Siapa sebenarnya Multatuli Pengarang Max Havelar

Saya lupa moment pertama saat mendengar nama Multaluli. Yang pasti itu saat pelajaran sejarah, saat bagian politik etis, politik balas budi dari Penjajah Belanda. Merasa keren dan kagum dengan sosok yang satu ini. Bagaimana tidak, beliau adalah warga Belanda, bekerja untuk pemerintah Belanda di Indonesia, tapi tetap peduli dengan nasib para pribumi.



Unik, sementara yang lain dari kalangan mereka rela menutup mata dan telinga melihat nasib Bangsa Indonesia yang tertindas. Rela mematikan hati nurani dan kemanusian demi terus meraup keuntungan dari bangsa yang dijadikan sapi perahan ini. Acuh tak acuh berada di puncak piramid rantai makanan memangsa manusia lainnya.


Kerja rodi dan tanam paksa adalah nama lain dari perbudakan. Ada eksploitasi yang ekstrim terhadap korban entah itu dari pejabat penjajah maupun pribumi korup. Pada konsep ini, para budak atau bumiputra terjajah, sama sekali tak dianggap sebagai manusia. Mereka dibiarkan kelaparan, miskin, tersiksa, bahkan tak jarang yang akhirnya menemui kematian. Tentunya, manusia normal pasti akan merasakan ketidakadilan itu perlu diperjuangkan.

Maka bentuk perlawan yang muncul dari dalam itu adalah sebuah novel berjudul Max Havelar karangan Multatuli. Multatuli sebenarnya adalah nama pena dari pejabat pemerintah Hindia Belanda, Eduard Douwes Dekker (1820-1887). Multatuli berarti “aku menderita”, sebagai refleksi selama 18 tahun melihat penderitaan akibat kolonialisme.

Memasuki umur 20-an, Eduard Douwes Dekker mengabdi pada Hindia Belanda di Indonesia. Jabatan terakhirnya, Asisten Residen di Lebak, Banten.  Novel Max Havelar akhirnya diterbitkan pada tahun 1860. Novel yang bercerita tentang keadaan di Indonesia dengan latar penjajahan Hindia Belanda ini membuat gempar dunia. Karier kepenulisan Eduard Douwes Dekker berlangsung selama 18 tahun, sampai akhirnya ia mengasingkan diri  dan meninggal di Jerman.

Didasari oleh kelahiran karya sastra ini, yang mendapat apresiasi begitu besar. Beberapa pihak mulai peduli dengan yang terjadi di Indonesia.  Maka, lahirlah politik etis di Indonesia.

No comments:

Post a Comment

Resensi Fortunately The Milk Karya Neil Gaiman

Buku cerita anak yang saya baca ini merupakan terbitan Gramedia pada tahun 2014. Karya Neil Gaiman yang diterbitkan pertama kali pada tahun ...