Resensi Fortunately The Milk Karya Neil Gaiman

Buku cerita anak yang saya baca ini merupakan terbitan Gramedia pada tahun 2014. Karya Neil Gaiman yang diterbitkan pertama kali pada tahun 2013 dialihbahasakan oleh Djokolelono ke dalam Bahasa Indonesia dengan judul Untunglah Susunya. Secara fisik buku ini memiliki 128 halaman dan dimensi 20 cm. Sangat menyenangkan dan menghibur untuk dibaca terlebih disertai banyak ilustrasi spektakuler oleh Skottie Young. Sebuah buku yang tepat sekali dibaca sekali duduk oleh pembaca dewasa karena kategori isinya sendiri tidaklah penuh konflik maupun memiliki plot twist khas novel-novel thriller. Sedangkan bagi anak terutama yang baru belajar membaca tentunya akan memotivasi karena diserta ilustrasi menarik tadi.

Sumber: dokumentasi pribadi


Resensi Tasawuf Modern Hamka

Dari mana saya harus mulai? Mungkin perkenalan saya dengan Hamka, ciyeeee…. seolah-olah kenal secara pribadi. Berawal dari pemikiran, saya harus punya idola yang baik. Maka, Hamka adalah pilihan yang tepat, beliau komplit sebagai sosok penulis fiksi juga ulama-nasionalis handal.

Mulailah perburuan karya-karya Hamka. Hingga tahun lalu saya berhasil membeli Tasawuf Modern yang merupakan kumpulan tulisan beliau di Majalah Pedoman Masyarakat (Medan, 1936-1943) yang diterbitkan ulang. Sebuah buku yang membuat saya teseret dengan arus. Jadi lupa mesti posting 1 hari satu (alasan banget ini). Di sisi lain, jadi greget juga buat cerita secara rinci tiap bab di buku ini.

Bisa jadi cerita yang detail bakal melanggar hak cipta nantinya, jadi saya akan bahas sekilas bab pertama.

Sumber foto: dikumentasi pribadi

Intinya begitu sederhana tapi melesat menuju sasaran. Sebuah buku yang banyak dijadikan referensi di masanya. Referensi untuk menemukan “bahagia”. Sebuah buku yang dijadikan pegangan oleh penulisnya sendiri ketika mendapat cobaan harus mendekam di penjara. Sebuah buku yang tetap relevan untuk pembaca masa kini.

Resensi: IN CONTROL MS WIZ by TERENCE BLACKER

Buku cerita anak, sesuatu yang kurang dari negeri ini. Pernyataan pembukanya seolah-olah ini blog serius ya…Hahaha… Tapi begitulah kenyataannya, anak-anak kurang termotivasi membaca karena kurangnya sumber bacaan yang sesuai umur. Sehingga kurang bahkan tidak adanya permintaan pasar yang mengakibatkan para penulis tidak memiliki motivasi buat berkarya. Habis perkara!



Sementara pola yang terjadi di negara maju, berlaku sebaliknya. Anak yang kurang motivasi membaca, menjadi termotivasi karena banyaknya sumber bacaan anak yang sesuai usia. Sehingga, tingkat baca anak dan karya penulis anak sama-sama menanjak naik. Nah, apa tujuan saya menulis seperti ini? Tidak ada alasan yang jelas sebenarnya, yang penting ide dari kepala sudah keluar. Pemikiran yang bisa saja sama dengan beberapa orang, atau bahkan bertentangan dengan yang lainnya.

Resensi; When Breath Becomes Air by Paul Kalanithi

“Penulis yang baik, akan mampu menjadi penawar.”
.
Saya lupa sumber kutipan itu, tapi kalimat di ataslah yang menjadi motivasi besar keinginan saya menjadi penulis. Penawar bisa diasosiasikan dengan obat, mampu memberikan kesembuhan, atas  kepiluan, kesedihan, kegelisahan, dan lain-lain. Memang benar adanya seperti itu, sebuah kebijaksanaan yang terekam dalam buku akan memberi motivasi yang tepat.

Sumber foto: dokumentasi pribadi

Beruntungnya lagi, di awal tahun ini, saya menghabiskan buku berjudul “When Breath Become Air.” Sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Buku ini merupakan sebuah memoar, Kisah seorang Dokter Bedah Syaraf yang mengidap kanker paru-paru di masa residennya.     

Review Singkat Tiga Penulis Fiksi Kalbar


Ketika jalan-jalan ke toko buku beberapa tahun terakhir ini, rasa takjub saya jadi semakin luar biasa. Sekitar 5-6 tahun lalu, penerbitan buku umumnya didominasi oleh penulis-penulis ternama. Nah, kalau sekarang, begitu banyak pilihan hingga berkali-kali lipat. Pembaca disuguhkan dengan berbagai macam alternative akan membeli dan membaca genre buku apa, dari penulis siapa.

Rasa binggung membuat saya sering tergamang ketika membeli buku, yaaa… terutama jika datang ke toko buku yang begitu megah. Kadang memang ada gambaran akan membeli buku tertentu, tapi ada kalanya membeli buku menarik yang saya temui.

Sumber foto: dokumentasi pribadi
 

Masing-masing kita pasti punya pertimbangan untuk membeli suatu buku. Bisa jadi melengkapi karya dari penulis yang jadi favorit kita. Bisa jadi hal-hal random lainnya. Nah, saya biasanya akan melihat gaya bahasa penulis. Tidak peduli ia belum punya nama atau tidak sepopuler penulis besar. Saya malah tidak suka hal mainstream seperti ikut latah membaca karya penulis yang popularitasnya tinggi. Hidup mesti punya prinsip kan, bro.

Cerita Buku Pertama: Tumbuhkan Minat Baca Anak Lewat Perpustakaan

Masih ingat ngak dengan buku pertama yang pernah dibaca? Normal tidak ketika kita masih menginggatnya? Mungkin karena begitu berkesan ya? Atau bisa jadi juga karena alasan lain. Hal ini yang terjadi dengan saya. Saya masih ingat ketika lancar membaca dan menginjakan kaki ke perpustakaan kecil kami. Mungkin sebelumnya sudah ada buku pelajaran dan majalah bobo, tapi ini adalah buku pertama saya selain itu. Sebuah buku tipis bercerita tentang seorang penemu, Louis Pasteur.


Sumber foto: mhpbooks.com

Sebagai seorang anak kecil yang langsung tersedot masuk ke dalam buku. Saya membayangkan turut berada di pedalaman Perancis tempat penemu menyepi untuk melakukan eksperimennya. Turut sedih, ketika si “hero” dicap oleh masyarakat sekitar kurang waras dikarenakan aneka kebiasaannya. Turut senang ketika ada perkembangan kecil penemuan bahkan dari ketidaksengajaan. Begitu bersemangat karena akhirnya setelah berbagai rintangan akhirnya vaksin rabies ditemukan.
Setelahnya, saya begitu termotivasi untuk membaca. Membaca dapat melampiaskan rasa penasaran sekaligus menambah dahaga untuk rasa itu J eaaaakkk. Semua saya dapat dari sudut berdebu perpustakaan kami. Kejanggalan yang lumrah di negara kita, ketika perpustakaan atau sudut baca menjadi begitu sepi. Ketika, dibeberapa perpustakaan, saya akan bersin-bersin sebagai reaksi alergi. Atau bahkan lebih ekstrim lagi, membantu pustakawan menemukan rayap-rayap yang mengerogoti buku.

Bekana: Pertunjukan Musik Kontemporer menurut Awam

Saya sama sekali tidak ada gambaran apa itu Bekana oleh Juan Arminandi. Saya hanya mengira-ngira ini mungkin pertunjukan teater. Saya melihat poster promo di medsos seorang teman yang kebetulan ikut terlibat sebagai pemain musik. Nah, akhirnya dibelilah tiket pre order pertunjukan ini. Cuma 15 ribu, ya ampun apa-apan ini, kalau dibandingkan dengan pertunjukan lain di teater kelas nasional, saya sih sumrigah senang. Setelah browsing karena kepo, saya masih belum bisa paham sebenarnya pertunjukan jenis apa ini. Sebuah petunjuk didapat dari nara hubung untuk pre order tiket, sebuah "konser musik" lebih tepatnya. Lalu berangkatlah saya seorang diri, ke Taman Budaya.

 Sumber foto: Dokumen Pribadi


Sesampainya di lokasi, para penonton undangan dipersilahkan menunggu di luar. Gak ada yang saya kenal cuy, mereka semua anak-anak manis yang membahas tugas kuliah maupun sekolah. Ternyata pertunjukan ini disponsori oleh Yayasan Kelola (http://kelola.or.id browsing aje ye…). Undangan dipersilakan masuk dan mendapat buku naskah. Lima belas menit lebih kurang, baru kami yang menunggu dibiarkan masuk. Lama sekali saya tidak berkunjung ke tempat ini. Terakhir ketika menonton monolog dengan seorang teman, dan penuh percaya diri saya berujar, “Tahun depan, saya akan jadi peserta.” Tapi kilas balik itu hanya berlangsung sebentar. Perhatian saya teralihkan pada instrument kaleng yang tergantung di langit-langit lorong kanan dan kiri. Suaranya serak berteriak, sayup sekilas bagai teriakan burung. 

Resensi Fortunately The Milk Karya Neil Gaiman

Buku cerita anak yang saya baca ini merupakan terbitan Gramedia pada tahun 2014. Karya Neil Gaiman yang diterbitkan pertama kali pada tahun ...