Cerbung: Foto di Belakang Bus (3)

“Ini kawanku bang.” Seoarng wanita duduk dengan angun di kursi depan. Begitu pintu dibanting Saiful langsung menghilang dengan ajaib.

Kurang ajar, pasti ada yang tidak beres ini. Tapi berburuk sangka bisa menjadi penyesalan nantinya, apalagi jika terkait nyawa. Lebih kurang satu jam kami berkendara, Terkadang ada percakapan di antara saya dan si wanita. Kecurigaan pun semakin besar, melihat tingkah wanita di samping saya ini. Gesture dan isi pembicaraannya seolah-olah mengoda.

Sumber Foto: kompasiana.com

 Kami tepat di belakang bus, foto di belakang bus itu benar-benar mencuri perhatianku. Biasanya lukisan di belakang truk yang ‘nyeleneh’ mengundang tawa, beda dengan yang satu ini. Bus executive yang tampak lebih besar dari ukuran bus lainnya itu tentu punya bidang yang lebih luas di sisi luarnya untuk berekspresi. Kenapa tidak dipasang iklan saja? Foto rumah adat dan dua anak kecil yang saling merengkul pastinya tak menambah nilai estetis.. Lihat saja gaya si anak kecil kalah jauh dibanding model profesional. Hahaha.... Mas Aziz juga kalau disuruh bergaya untuk difoto pasti juga seperti itu, senyumnya nyengir memperlihatkan gigi-gigi tak ratanya. Belum lagi si kecil Nabila. Aku jadi hilang konsentrasi, tiba-tiba cahaya terang dari seberang datang menyilaukan.


“Awas bang!” Panik ku banting stir ke arah kiri. Lalu decitan roda yang direm terdengar panjang menggigit aspal. “Abang pasti kecapean, kita istirahat saja dulu bang.” Wanita itu lembut memberi saran selang beberapa menit mobil menepi. Aku mengambil nafas panjang. Kepalaku terasa migran. “Nanti di kamar, abang bisa saya pijit biar agak enakkan, gratis kok bang, saya udah dibayar Pak Bos tadi.” Aku langsung berpaling kepada si wanita, ia tampak keceplosan dengan kata-kata terakhirnya. “Kata Pak Bos, anggap saja saya bonus.” Baru kali ini saya memperhatikan si wanita dengan seksama semenjak dia masuk ke mobil. Cantik, dengan rambut panjang kecokelatan. Saya jadi ingat seorang penyanyi dangdut yang pernah kami jemput untuk mengisi acara hiburan rakyat, sama-sama berbadan sintal seperti wanita yang duduk di samping saya. Sadar dirinya diperhatikan, kembali si wanita menata gesturenya.

Aku kembali memutar kontak mobil. Rombongan yang berusaha ku susul pasti sudah begitu jauh di depan. Setelah 15 menit mengemudi aku putuskan untuk berbelok ke halaman sebuah motel.

“Sudah malam ayo turun.” Si wanita ikut turun dan mengikutiku. Ku pesan sebuah kamar. “Masuklah, kamu istirahat saja. Saya sudah tidak mampu mengemudi, saya akan pulang dengan bus.” Mata wanita itu membulat.
“Abang pulang sekarang? Nanti saya gak dapat fee. Abang takut ya sama istri?”
“Saya sayang istri dan takut sama Allah Swt.” Aku sudah tak mau berkata-kata lagi, ku serahkan saja kunci kamar dan langsung kembali ke pinggir jalan raya. Tak lama sebuah bus melintas. Aku segera meloncat naik.
“Kenapa bos, mogok?”
“Iya mogok, nanti saya bisa diantar sampai depan gang kan?”
“Beres bos.” Sambil kenet memilihkanku sebuah kursi kosong. Setelah mengetik sebuah sms, aku menghubungi atasanku.

“Asalamualaikum pak, besok pagi semua rombongan sudah sampai di hotel. Iya pak, mogok, nanti ada Saiful, dia selalu bawa kunci serep juga. Biasa pak, besok saya ijin nganter anak sekolah dulu baru balik lagi ke hotel. Ya Pak, Walaikusalam.” Sisa malam saya gunakan untuk membayangkan hangatnya rumah. Kamu benar dek, cobaan yang datang semakin berat ke pernikahan kita. Aku masih terus saja berpikir sambil berusaha memejamkan mata.  

No comments:

Post a Comment

Resensi Fortunately The Milk Karya Neil Gaiman

Buku cerita anak yang saya baca ini merupakan terbitan Gramedia pada tahun 2014. Karya Neil Gaiman yang diterbitkan pertama kali pada tahun ...