“Ini
kawanku bang.” Seoarng wanita duduk dengan angun di kursi depan. Begitu pintu
dibanting Saiful langsung menghilang dengan ajaib.
Kurang
ajar, pasti ada yang tidak beres ini. Tapi berburuk sangka bisa menjadi
penyesalan nantinya, apalagi jika terkait nyawa. Lebih kurang satu jam kami
berkendara, Terkadang ada percakapan di antara saya dan si wanita. Kecurigaan
pun semakin besar, melihat tingkah wanita di samping saya ini. Gesture dan isi
pembicaraannya seolah-olah mengoda.
Sumber Foto: kompasiana.com
Kami tepat di belakang bus, foto di
belakang bus itu benar-benar mencuri perhatianku. Biasanya lukisan di belakang
truk yang ‘nyeleneh’ mengundang tawa, beda dengan yang satu ini. Bus executive
yang tampak lebih besar dari ukuran bus lainnya itu tentu punya bidang yang
lebih luas di sisi luarnya untuk berekspresi. Kenapa tidak dipasang iklan saja?
Foto rumah adat dan dua anak kecil yang saling merengkul pastinya tak menambah
nilai estetis.. Lihat saja gaya si anak kecil kalah jauh dibanding model
profesional. Hahaha.... Mas Aziz juga kalau disuruh bergaya untuk difoto pasti
juga seperti itu, senyumnya nyengir memperlihatkan gigi-gigi tak ratanya. Belum
lagi si kecil Nabila. Aku jadi hilang konsentrasi, tiba-tiba cahaya terang dari
seberang datang menyilaukan.
“Awas
bang!” Panik ku banting stir ke arah kiri. Lalu decitan roda yang direm
terdengar panjang menggigit aspal. “Abang pasti kecapean, kita istirahat saja
dulu bang.” Wanita itu lembut memberi saran selang beberapa menit mobil menepi.
Aku mengambil nafas panjang. Kepalaku terasa migran. “Nanti di kamar, abang
bisa saya pijit biar agak enakkan, gratis kok bang, saya udah dibayar Pak Bos
tadi.” Aku langsung berpaling kepada si wanita, ia tampak keceplosan dengan
kata-kata terakhirnya. “Kata Pak Bos, anggap saja saya bonus.” Baru kali ini
saya memperhatikan si wanita dengan seksama semenjak dia masuk ke mobil.
Cantik, dengan rambut panjang kecokelatan. Saya jadi ingat seorang penyanyi
dangdut yang pernah kami jemput untuk mengisi acara hiburan rakyat, sama-sama
berbadan sintal seperti wanita yang duduk di samping saya. Sadar dirinya
diperhatikan, kembali si wanita menata gesturenya.
Aku
kembali memutar kontak mobil. Rombongan yang berusaha ku susul pasti sudah
begitu jauh di depan. Setelah 15 menit mengemudi aku putuskan untuk berbelok ke
halaman sebuah motel.
“Sudah
malam ayo turun.” Si wanita ikut turun dan mengikutiku. Ku pesan sebuah kamar.
“Masuklah, kamu istirahat saja. Saya sudah tidak mampu mengemudi, saya akan
pulang dengan bus.” Mata wanita itu membulat.
“Abang
pulang sekarang? Nanti saya gak dapat
fee. Abang takut ya sama istri?”
“Saya
sayang istri dan takut sama Allah Swt.” Aku sudah tak mau berkata-kata lagi, ku
serahkan saja kunci kamar dan langsung kembali ke pinggir jalan raya. Tak lama
sebuah bus melintas. Aku segera meloncat naik.
“Kenapa
bos, mogok?”
“Iya
mogok, nanti saya bisa diantar sampai depan gang kan?”
“Beres
bos.” Sambil kenet memilihkanku sebuah kursi kosong. Setelah mengetik sebuah
sms, aku menghubungi atasanku.
“Asalamualaikum
pak, besok pagi semua rombongan sudah sampai di hotel. Iya pak, mogok, nanti
ada Saiful, dia selalu bawa kunci serep juga. Biasa pak, besok saya ijin
nganter anak sekolah dulu baru balik lagi ke hotel. Ya Pak, Walaikusalam.” Sisa
malam saya gunakan untuk membayangkan hangatnya rumah. Kamu benar dek, cobaan
yang datang semakin berat ke pernikahan kita. Aku masih terus saja berpikir sambil
berusaha memejamkan mata.
No comments:
Post a Comment