Cerbung: Foto di Belakang Bus (1)

Ini adalah jalan antarkabupaten yang panjang, lurus, kadang berkelok tapi yang pasti sepi. Butuh waktu ± 3 jam untuk sampai ke ibu kota provinsi. Keramaian yang terhampar selain areal perkebuann dan persawahan juga pasar-pasar kecamatan. Deretan pendek ruko-ruko minimalis dengan gaya arsitektur awal 80-an, ya memang kerena pembangunannya dalam kurun waktu itu, yang pasti sudah tutup menginjak waktu magrib. Satu-satunya sumber penerangan di jalan ini adalah kendaraan sendiri. Maka sebagai pengendara harus siaga penuh apalagi jika masuk ke jalan yang berkelok-kelok. Adakalanya jika bertemu kendaraan lain kami akan beriringan seperti konvoi dengan barisan rapi yang mengular. Tapi jika bertemu pengendara egois, saliban dan klakson panjang tak bisa dielekkan lagi, atau bahkan umpatan.

Pukul 10 lewat, aku kehilangan jejak dari rombongan yang berangkat selepas santap makan malam tadi.  Aku termasuk official lapangan yang mengurus rombongan kami. Tur sepeda ini sengaja disinergikan dengan event budaya di kota tujuan. Banyak pihak yang dilibatkan. Peserta untuk lomba sepeda ini cuma 25 orang yang terdiri atas beberapa atlit nasional dan daerah, teman-teman pengusaha dan artis, juga perwakilan NGO internasional dan kedutaan. Tapi, pendukung acara berjumlah 2 kali lipat, didominasi dari teman-teman media yang membantu publikasi. Saya begitu kagum dengan pertumbuhan media dalam kurun 10 tahun ini. Dulu mungkin cuma hanya ada satu-dua nama besar, tapi kini sungguh menjamur.


Kegiatan kami ini tak bisa dibilang pertandingan profesional mengingat pesertanya yang lebih banyak sebagai pengembira, kalau profesional kan gampang saja menempuh jarak 76 km, ini setiap 10 km disediakan pos untuk istirahat dan jarak 76 km itu ditempuh dalam 2 hari. Fasilitas istimewanya lagi, bagi peserta yang sudah menyerah bisa dijemput dengan mobil-mobil yang disiapkan dinas. Saya yang termasuk mendampingi peserta.

Pos transit untuk hari pertama adalah desa pesisir yang dijadikan percontohan untuk wisata agro berbasis masyarakat. Start dari Kota Pontianak, 0 km dimulai pukul 07.00 peserta dan rombongan langsung diajak menyeberangi Sungai Kapuas dengan menggunakan kapal fery. Pukul 15.00 peserta harus sudah sampai di pos transit. Komunitas masyarakat yang mengelola penginapan tak memberi malu provinsi, manajemen mereka sudah lumayan profesional sudah sekelas resort. Rumah-rumah tradisional berlantai tinggi berbaris rapi menghadap bakau. Pantai putih menjadi halaman yang mewah. Dalam situasi ramah tamah, kami disuguhi kepiting soka hasil budidaya tambak setempat, tersembunyi di antara jajaran mangrove. Semua pendukung acara membaur menjadi satu.

“Bang lebih nikmat lagi kalau kita bisa pleserin mancing ni.” Ujar seorang teman wartawan.
“Mancing?” Boleh itu, saya belum pernah merasa spot di daerah ini.” Tambah seorang pengusaha nasional.
“Bapak hobi mancing juga? Kirain cuma sepedaan.” Saya penasaran.
“Justru mancing yang jadi hobi utama saya, kadang juga suka bawa klien luar, kalau golf mereka udah biasa, gak ada tantangan, nah kalo mancing, ini Indonesia bisa dibilang surganya. Hahahaha...”
Betol-betol pak, saye juga penasaran pengen nyobe, sering cume dengar cerite kawan jak.”
“Kalau mau, kita bisa coba di sini, disediakan juga alat pancing di pondok, nanti kita tinggal jalan kaki 100 meter, ada dermaga di ujung sana.”
“Bagus, untuk malam ini boleh saya ajarin kamu, tapi nanti lain waktu kita pergi ke laut lepas. Ngomong-ngomong cuma mau diajarin mancing ikan aja ni, gak mancing yang lain?”
Pembicaraan yang menjurus itu mengundang gelak tawa, tiba-tiba saja meja kami bertambah ramai, 5 orang lain mulai mendekatkan kursi dan terlibat pembicaraan.

Obrolan sudah mulai kemana-mana, memanas. Topik yang meloncat-loncat, kadang persoalan politik, sampai urusan liar dan mesum. Anehnya, diantara topik yang terus bergulir, ujung-ujungnya akan kembali lagi ke persoalan itu. Semua tampak paling tertarik. Mungkin karena sedang jauh dari pasangan.

No comments:

Post a Comment

Resensi Fortunately The Milk Karya Neil Gaiman

Buku cerita anak yang saya baca ini merupakan terbitan Gramedia pada tahun 2014. Karya Neil Gaiman yang diterbitkan pertama kali pada tahun ...