Kaget ketika hasil tes menujukkan
saya punya memori yang bagus. Saya langsung
mempertanyakan hal itu dengan psikolog yang ngetes.
“Kamu lupa itu karena meremehkan sesuatu!” Waduh!!! Apa iya ya... Seperti
postingan blog, yang rasanya sudah pernah diupdate. Eh, tau-taunya belum.
Padahal baru konsep saja yang saya tulis dalam surat untuk Lady Elf, Queen of
North Wood, hahahaha.
Sumber Foto: google.com
Ini review tentang buku berjudul
“Egyptologist: Memburu Raja Atum Hadu.” Buku berat—dari segi isi—bagi saya. Buku
yang sebenarnya tidak selesai saya baca, karena ada bagian tertentu yang saya
lompat-lompati karena jalan cerita sudah dapat, tapi tidak tertarik dengan
penjelasan detail.
Novel ini, dari judulnya pasti
sudah kelihatan tentang isinya. Saya sebenarnya berharap bakal menemukan
petualangan sekelas Indiana Jones, tapi sayangnya tidak. Gaya bercerita di
ambil dari dua sudut yang berbeda. Sudut pandang seorang antropolog lewat
jurnal—sebagian besar—dan surat, serta seorang detektif lewat narasi-narasi
pada surat.
Nah, pada bagian jurnal si
profersorlah yang biasanya saya lompati. Merasa mempelajari materi kuliah euy.
Merasa mendadak lemot juga, perasaan Indy yang antropolog juga gak banyak nulis
jurnal, hehehe. Tapi ketika bagian surat detektif, nah ini selalu saya tunggu-tunggu.
Antara si antropolog dan detektif juga selalu berseberangan, jadi silakan
simpulkan sendiri akhir novel. Siapa pria jahatnya.
Semua hal dari ke dua tokoh ini
begitu berseberangan. Si profesor adalah seorang bangwasan dengan latar
belakang gemilang tanpa cacat, keluarga berada, pendidikan bagus, prestasi
cemerlang. Ambisinya kepada mesir dan mumi membuatnya begitu tangkas dan
perfeksionis. Sedangkan detektif berasal dari status sosial yang lebih rendah.
Kalau sang antropolog terlihat begitu mapan, maka sang detektif adalah
antikemapanan. Si detektif swasta bisa dibilag selengekan, to the point,
cendrung sinis. Gawatnya mereka mencintai wanita yang sama.
Ceritanya sendiri begitu
kompleks, berlapis-lapis. Saya pribadi lebih suka kisah-kisah Dan Brown yang
alurnya lebih mudah dipahami. Di novel ini, ada misteri hilangnya anak
keturunan seorang milyader, misteri harta karun. Yang pasti saya juga bingung
akhir cerita seperti apa. Apa si penjahat terlalu mahir memalsukan fakta atau
si detektif yang terlalu sembrono menarik kesimpulan. Mungkin lain kali saya
harus membaca ulang novel ini. Adakalanya, jika saat keadaan fisik mental sudah
lebih baik, alur cerita juga bisa terurai mudah.
No comments:
Post a Comment