Yang terngiang-ngiang di dalam benak saya, sekitar 2
mingguan ini adalah penulis bukanlah penulis saat ia berhenti menulis. Ada
nelangsa besar yang menganga laksana lubang hitam semesta saat saya harus
melewati hari-hari yang penuh kesibukan kemarin. Hari-hari yang menyita
rutinitas menulis, tak menyisakan kreatifitas barang sekejap untuk duduk dan
benar-benar menuangkan isi kepala dan hati ke wujud tulisan. Apalagi mengetahui
fakta bahwa calon buku kumcer saya jadi terbengkalai.
Sumber: writepath.org
Ya, paling tidak sekarang saya tahu hal yang dibutuhkan jiwa
ini *hehehe. Ada perasaan jadi kering ketika hampir 2 pekan saya menyadari tak
menghasilkan sebuah tulisan pun. Iya benar-benar kering rasanya. Layaknya jeruk
yang telah diputar ke kanan dan kiri di atas perasannya. Menyebabkan
bulir-bulir kantong airnya pecah dan hanya menyisakan kulit luar.
Menulis bagi saya adalah wadah untuk menemukan titik
keseimbangan rohani. Toh genre tulisan saya juga berbeda dari yang sifatnya
populer. Dunia butuh pembedakan biar jadi tak monoton. Bayangkan bagaimana
bosannya kehidupan kita di dunia ini, jika semua serba sama. Ada hal itu kita
temukan dalam diri sendiri, juga dengan orang yang berbagi kamar dengan kita,
masih sama juga dengan orang yang serumah dengan kita. Apalagi saat kita keluar
rumah, kita juga temukan hal yang sama 100%, seperti mimpi buruk rasanya.
Makanya, saya putuskan mengikuti kata-kata yang mengalir dari benak dan
menjelma mengerakkan tuts-tuts keyboard. Lebih baik seperti itu. Lebih baik
mengikuti kalimat yang mulai tumpah memenuhi kepala ketimbang hanya selera
pasar karena kewarasan saya lebih penting dari pada nominal di rekening.
No comments:
Post a Comment