Resensi Financial Parenting karya Kak Seto & Lutfi Trizki

Suka rada kesal euy kalau ketemu anak kecil yang ngerengek minta jajanan sama orang tuanya. Apalagi sampai menangis histeris tingkat godzila atau sambil mukul-mukulin si Emaknya, kayag beduk di malam takbiran. Mutlak kesalahan orang tua ya. Kalau saja itu saya, pasti sudah ditinggal. Tapi banyak orang tua yang malah memilih mengabulkan keinginan anaknya. Cari uang kan juga untuk anak, katanya. Nah, bagi ortu yang tidak sependapat dengan saya silahkan untuk tidak terus membaca.

Sumber: Foto Pribadi

Jika alasannya seperti itu, selamat anda memang tidak menyiapkan putra-putri anda untuk mandiri finansial. Bukan kata saya loh. Tapi katanya Kak Seto dan Lutfi Trizki dalam buku Finansial Parenting. Kalau masih ada yang ngotot bahwa saat anak dewasa bisa saja berubah. Ini juga harus disadari si anak akan dapat stimulus dari mana? Ingat, sistem pendidikan kita belum menyiapkan aspek kemandirian finansial. Dari masyrakat luas? Kasihan banget dong tu anak, main dicemplungin aja tanpa bekal yang memadai.


Untung saya mendapat stimulus-stimulus yang tepat sejak kecil. Saya ingat bagaimana Emak rutin membuatkan sarapan, agar selain bisa konsentrasi belajar juga bisa menghemat uang jajan. Saat istirahat, saya cukup membeli sepotong kue untuk cemilan, karena minum juga sudah dibawa dari rumah. Kalau ada kegiatan siang, saya akan dibawakan bekal. Hehehe... ini terus menjadi kebiasan sampai jenjang kuliah. Maklum kantin kampus itu terkadang punya harga yang tidak manusiawi. Saya tahu Emak terkadang juga terlalu khawatir dengan yang saya makan, malah sampai sekarang. Terkadang menelepon karena mengingatkan jangan jajan ini-itu karena sore sebelumnya si Emak menonton berita pengolahan makanan yang dicampur macam-macam.

Sumber: Google

Stimulus lain juga yang disinggung dalam buku itu adalah membiasakan anak menabung. Bisa dengan celengan atau langsung ke bank. Nah, karena kalau diberi celengan bakal selalu aja cungkil-cungkil isinya oleh saya, terkadang malahan di potong, walau belum seberapa isinya. Saya akhirnya menabung di bank. Bagi seorang anak SD, masuk ke gedung rapi ber acc kemudian disambut ramah oleh petugas bank, itu adalah hal terkeren di masa saya. Keren karena tidak semua anak juga melakukannya. Untung banknya dekat dari sekolah. Jadi ketika istirahat, kalau kawan-kawan yang lain ada yang menabung di koperasi sekolah, saya dan beberapa kakak kelas akan pergi ke bank. Sepulang dari bank saya akan pamer buku tabungan yang selesai di print. It’s realy awsome dude, wkwkwkwk.

Perlu perhatian khusus juga karena tidak semua anak bisa diberi tanggung jawab seperti ini. Pengawasannya perlu perlakuan khusus tiap anak, karena bisa saja tabungan nanti dipakai untuk hal-hal lain. Tapi yang terpenting adalah komitmen orang tua untuk tidak memakai tabungan si anak. Si anak kan harus merasa manisnya tabungan.  ;)

Hal lainnya yang juga disinggung dalam buku adalah pemberian uang saku. Yang terpenting, uang saku diberikan sesuai kebutuhan. Kalau anak menuntut lebih, beri tahu asal uang itu. Bagaimana proses orang tua untuk mendapatkannya. Di sini selain bisa memberi pengarahan manajem, ortu juga dapat mengajarkan bahwa uang didapat dari hasil kerja keras. Sedini mungkin anak dapat mengetahuinya, maka bekal menuju kemandirian lebih cepat dan mudah dicapai. Lebih lengkap ada di bukunya ya. Semoga masih ada kesempatan untuk saya bagikan tips-tipsnya.

     

2 comments:

  1. Alhamdulillah sudah dilatih mandiri finansial dari kecil :p
    Eh btw, follback dong kakaaa

    ReplyDelete

Resensi Fortunately The Milk Karya Neil Gaiman

Buku cerita anak yang saya baca ini merupakan terbitan Gramedia pada tahun 2014. Karya Neil Gaiman yang diterbitkan pertama kali pada tahun ...