Sumber Gambar: www.memberconnect.com.au
Ini murni opini pribadi,
karena saya kesal luar biasa. Tak pakai lagi peliputan atau dikait-kaitan
dengan teori lain. Mau dibilang omelan juga terserah, yang penting saya keseelll. Kesal karena bermunculan media
online, yang tampaknya tanpa kredibilitas, mulai memanas-panasi anak bangsa
dengan berita-berita propokatif. Seenaknya saja membuat judul tulisan tanpa
etika. Etika dilangar demi menggutamakan mengebulnya dapur, kalau kata Hamka “Kalau kerja sekedar kerja, monyet saja bekerja.”
Saya memulai menutup
akses kepada portal-portal berita tersebut untuk muncul di beranda. Haruskah rupiah
membuat para oknum tanpa etika itu juga jadi tukang fitnah. Judul memang jadi
hak preogatif penulis, judul juga selalu dijadikan pancingan untuk membaca isi
lebih lanjut. Pembaca juga mesti jeli membaca isi ketimpang mempercayai judul. Sebuah
fenomena luar biasa, saat jurnalisme mulai tersaingi dengan sistem online. Sehingga,
berebut-rebut untuk mendapat “klik” banyak tampaknya lebih utama daripada
mendatangkan manfaat dari tulisan itu sendiri.
Jurnalisme konvensional,
masih punya etika karena alur yang panjang. Kini, media terpaksa harus cepat
menelurkan berita, sehingga tak sempat lagi crosscheck atau konfirmasi. Nah, Kita
semakin pembaca juga harus semakin cerdas menyaring. Menyaring untuk terhindar
dari berita sampah yang isinya cuma propokatif.
Gitu deh nur.. Sebagian besar penduduk Indonesia skrg masih didominasi same generasi pembaca judul. Sementare 'oknum' jurnalis pun masih mengedepankan judul yg kadang dak nyangkot same isi berita. Sedeeeh ati..
ReplyDeleteBisa jadi profokator sebenarnya, gerammm nengoknye....
Delete