Cerbung; Cerita Langit Mendung (2)

Hujan yang membawa anugerah malah bermuka muram kala membuat parit meluap dan berbau menusuk. Belum lagi berbagai penyakit yang akan merongrong. 




Aku kini bersitatap dengannya, entahlah dari kedua matanya dapat kurasakan aura yang begitu rumit. Entah itu bahagia, nanar, tersayat, sedih, ataukah yang lain? Pascaoperasi aku ditugaskan untuk merawat luka 20 cm yang melintang di perutnya. Apa ia bahagia? Apa bisa bahagia tinggal di rumah yang begitu tidak layak ini? Rumah yang membuatku begitu bersyukur dengan rumah dinas tipe 21 yang begitu seadanya dan sederhana.

Aku mencoba membuat suasana tidak terlalu sunyi, akhirnya kuputuskan untuk sekedar berbasa-basi.
“Bayinya gimana Bu, sehatkan?”
            “Alhamdulillah Bu bidan.”
            “Ibu, nanti kalo udah sampe 40 hari jangan lupa KB, jangan lupa konsul ke rumah sakit.”

...
Langit terlihat tak pernah ceria belakangan ini, memberikan alasan kuat terhadap perasaan ragu yang muncul dari lubuk sanubari. Tapi, perasaan lain turut membentang begitu kuat. Maka, satu demi satu proses keberangkatan terlewati begitu saja. Keberangkatanku malah dilepas oleh tangisan langit yang begitu haru. Kekalutan antara tanggung jawab dan ego pribadi bergulung-gulung dalam hatiku. Semua terendus begitu amis dengan ego, entahlah ego siapa lagi? Semua telah melebur, membaur, dan tak mampu untuk dikenali lagi.

Belum keluar dari lingkup kawasan perkotaan langit meratap lebih kalut lagi ditambah dengan persoalan yang menyebabkan sugesti negatif makin terasa di atmosfer. Pikiran yang  terus berkecamuk di dalam benak membuatku melempar pandangan sejauh mungkin, maka objek yang dituju ialah langit. Tiba-tiba saja memasuki sentral perdagangan di kota ini dengan ciri khas arsitektur yang membuat perasaan bernostalgia ke masa silam. Aku menyaksikan sebuah papan reklame raksasa yang membuat begitu terkesiap hingga tak berkedip. Papan reklame iklan sebuah toko perhiasan. Reklame itu memampang sepasang cincin kawin yang begitu indah. Pandanganku beralih pada garis melingkar yang meninggalkan warna putih di jari manis kiriku. Dulu pernah ada benda yang begitu kujaga dan kuhargai, bukan karena nilai rupiah dalam tiap karatnya namun karena simbol dari nilai indah kepercayaan dan pengertian. Pikiranku meloncat ke peristiwa seminggu lalu. 
 
...
Aku begitu bahagia melihat sosok itu, dan jika tidak menggingat adat kesopanan timur mungkin aku akan menghambur ke dalam pelukkannya, berdiam selama mungkin.

No comments:

Post a Comment

Resensi Fortunately The Milk Karya Neil Gaiman

Buku cerita anak yang saya baca ini merupakan terbitan Gramedia pada tahun 2014. Karya Neil Gaiman yang diterbitkan pertama kali pada tahun ...