Hujan yang membawa anugerah malah bermuka
muram kala membuat parit meluap dan berbau menusuk. Belum lagi berbagai penyakit
yang akan merongrong.
Sumber Gambar: akuperempuanlangit.blogspot.com
Aku kini bersitatap dengannya, entahlah
dari kedua matanya dapat kurasakan aura yang begitu rumit. Entah itu bahagia, nanar, tersayat, sedih,
ataukah yang lain? Pascaoperasi aku ditugaskan untuk merawat luka 20 cm yang
melintang di perutnya. Apa ia bahagia? Apa bisa bahagia tinggal di rumah yang
begitu tidak layak ini? Rumah yang membuatku begitu bersyukur dengan rumah
dinas tipe 21 yang begitu seadanya dan sederhana.
Aku mencoba membuat suasana tidak terlalu
sunyi, akhirnya kuputuskan untuk sekedar berbasa-basi.
“Bayinya gimana Bu, sehatkan?”
“Alhamdulillah Bu bidan.”
“Ibu, nanti kalo udah sampe 40 hari jangan
lupa KB, jangan lupa konsul ke rumah
sakit.”
...
Langit terlihat tak pernah ceria
belakangan ini, memberikan alasan kuat terhadap perasaan ragu yang muncul dari
lubuk sanubari. Tapi, perasaan lain turut membentang begitu kuat. Maka, satu
demi satu proses keberangkatan terlewati begitu saja. Keberangkatanku malah
dilepas oleh tangisan langit yang begitu haru. Kekalutan antara tanggung jawab
dan ego pribadi bergulung-gulung dalam hatiku. Semua terendus begitu amis
dengan ego, entahlah ego siapa lagi? Semua telah melebur, membaur, dan tak
mampu untuk dikenali lagi.
Belum keluar dari lingkup kawasan perkotaan
langit meratap lebih kalut lagi ditambah dengan persoalan yang menyebabkan
sugesti negatif makin terasa di atmosfer. Pikiran yang terus berkecamuk di dalam benak membuatku melempar pandangan
sejauh mungkin, maka objek yang dituju ialah langit. Tiba-tiba saja memasuki
sentral perdagangan di kota ini dengan ciri khas arsitektur yang membuat perasaan
bernostalgia ke masa silam. Aku menyaksikan sebuah papan reklame raksasa yang membuat
begitu terkesiap hingga tak berkedip. Papan reklame iklan sebuah toko
perhiasan. Reklame itu memampang sepasang cincin kawin yang begitu indah. Pandanganku
beralih pada garis melingkar yang meninggalkan warna putih di jari manis
kiriku. Dulu pernah ada benda yang begitu kujaga dan kuhargai, bukan karena
nilai rupiah dalam tiap karatnya namun karena simbol dari nilai indah
kepercayaan dan pengertian. Pikiranku meloncat ke peristiwa seminggu lalu.
...
Aku begitu bahagia melihat sosok itu, dan jika
tidak menggingat adat kesopanan timur mungkin aku akan menghambur ke dalam
pelukkannya, berdiam selama mungkin.
No comments:
Post a Comment