Cerbung (tamat): Akhir Dibukan Akhir (8)

Jugun Ianfu .....” Marlena menjadi pucat mendengar kata-kata tersebut keluar dari mulut tentara jepang yang masuk belakangan.
Sumber gambar: lagumu.com

            “Marlena, lari....” ujar Lukman dengan sisa tenaga yang dimilikinya. Tentara Jepang yang berada paling dekat dengan Lena menurunkan senjatanya. Ia menampar Lena berkali-kali, dan tanpa ampun setelah Lena terperosok ke tanah, bahkan cairan merah mulai menetes dari bibir pucat Lena. Ia menyambak dan menyeretnya ke arah luar. Perlawanan yang diberikan Lena sungguh tak ada artinya bagi tentara yang terus tertawa seperti setan itu, Lena menggelepar, menggeraskan badan, dan terus berteriak.



            Lukman berusaha menolong, ia tak peduli jika tubuhnya akan dijadikan sarang peluru Jepang. Ia tak mampu melihat kekejian ini, ia teringat sepenggal kisah perwayangan, saat Dewi Drupadi siap dicabik-cabik keangkaraan Kurawa saat suaminya Yudistira menjadikan dirinya taruhan, namun dewata melindunginya, bukan dalam bentuk perlawan Pandawa tapi dalam bentuk mukjizat saat kainnya tak habis ketika telah ditarik. Apa ini juga akan terjadi pada Lena?
            “Sudah Lukman.... sayangi nyawamu! Nanti Nippon itu jadi menembakki kita semua. Toh dia juga anak penghianat ....” Kini lukman terjatuh dari tempat tidurnya, ia tak bergeming dalam posisi bersujud. Semua rasa sakit yang dirasakannya menjalar begitu hebat ke sepenjuru tubuhnya, menggingatkan pada letupan granat yang menyapanya tadi sore. Tiba-tiba saja pangkal sebuah senapan menghantam rahangnya berkali-kali dalam upayanya untuk bangkit, ia tersungkur. Aliran darah yang tak asing bagi seorang prajurit dirasakannya mengalir dan bersingkerama dengan indera kecapnya, asin.
         Lukman mutlak dalam diam, bukan karena mendengar perkataan Rustam yang tak tahu berterimakasih itu atau bahkan karena seorang tentara Nippon yang selalu siaga di pintu tenda dengan senapan terkokang. Ia sudah tidak mampu lagi berdiri, beberapa pukulan yang diterimanya tadi membuat lututnya bergetar begitu hebat, juga pandangannya yang mengelap. Tapi Marlena harus diselamatkan .... andai semua tahu bahwa menjadi anak seorang penghianat bukanlah kemauannya. Juga segala kemewahan yang mendatangkan penderitan baginya. Dan  fakta mengerikan bahwa Marlena dibiarkan begitu saja oleh orang yang berhutang budi begitu besar padanya, yang ditolongnya dengan ketulusan hangat. Mereka yang tak berhati akan membiarkan Lena menjadi seorang  jugun ianfu. Kerabat dan kenalan yang terpaksa menjadi seoarang  jugun ianfu, tak pernah diketahui lagi nasibnya, dan ini yang akan menimpa Lena, penderitaan, yang tak akan pernah berakhir, dan berujung pada ketidakpastian.
            Pandangan Lukman semakin menjadi gelap..... semakin berat..... diiringi penyesalan yang semakin luar bisa. Seandainya ia tak bertemu Marlena di gunung Lawu. Tak ada pelarian ke gunung Lawu. Mungkin sekarang Marlena tetap bertahan di Jawa Tengah, merawat Mbah Giyem , berkeluarga, beranak pinak, dan akhir yang indah untuknya.


No comments:

Post a Comment

Resensi Fortunately The Milk Karya Neil Gaiman

Buku cerita anak yang saya baca ini merupakan terbitan Gramedia pada tahun 2014. Karya Neil Gaiman yang diterbitkan pertama kali pada tahun ...