Cerbung: Akhir Dibukan AKhir (7)

Lukman terperosok cukup jauh tanpa bisa mengendalikan tarikan gravitasi terhadap tubuhnya. Jadilah pendaratan yang begitu menyakitkan karena kepalanya beradu dengan sebuah batu.

Sumber Gambar: www.satriamandala.com

            “Keadaanmu bagaimana hari ini, Letnan?” Lukman yang baru membuka maka merasa begitu terkejut karena takdir mempertemukan mereka kembali. “Sudah-sudah, jangan bangun!” Perbincanganpun terjadi, menggingatkan Marlena saat pertemuan mereka di Gunung Lawu. Bahrun yang menculiknya karena panik menemukan satu-satunya dukun beranak di kampung yang ujur dan sakit-sakitan, Mbah Giyem. Lebih memilih memikul dirinya dengan keadaan terikat mendaki gunung Lawu di tengah malam. Kemudian darahnya yang mendesir, mendidih karena melihat Lukman tak pernah melepas tangan istrinya yang menyejan sakit. Juga tangis Sri yang membahana hutan karena bocah yang dilahirkannya meninggal. Kebersamaannya tiga hari merawat Sri yang baru melahirkan juga kebersamaannya dalam debat-debat panjang dan alot bersama Lukman, persis sewaktu mereka di MULO. Usahanya mencuri pandang pada Lukman, dan kepuasannya saat ia membiarkan Lukman menatapnya lekat-lekat, seperti kesengajaannya pada masa mereka bersekolah, beberapa tahun yang lalu. “Bagaimana kabar Sri?”


            “Sri... tak pernah meninggalkan Gunung Lawu, malaria mengerogotinya. Setelah kepergianmu, ia sering menggigil... seminggu kemudian .... ah, kini ia terbaring di samping tole.”   
            “Innalillahiwainnahirajiun....” baru saja selesai Lena menyatakan bela sungkawanya, keadaan di luar menjadi gaduh. Derapan kasar dari sepatu prajurit beradu dengan kerikil-kerikil jalan. Teriakkan dan letupan senjata kerap berulang kali terdengar di luar. Pramono, satu-satunya tentara republik yang sehat ditugaskan menjaga tenda, siaga dalam diam di balik pintu tenda. Namun, kesigapannya masih kalah cepat dengan pangkal senjata yang membuatnya terkapar pingsan. Seorang tentara Jepang, menghadapkan ujung senapannya pada para pasien. Marlena maju, “Tolong... di sini cuma ada orang sakit.” tentara bermata sipit itu justru tertawa keras, ia memanggil rekannya yang datang dengan terburu-buru, mereka tertawa lantang. Kedua tentara itu dengan sigap tetap mengarahkan senjata pada tentara republik yang masih sadarkan diri.
            “Jugun Ianfu .....” Marlena menjadi pucat mendengar kata-kata tersebut keluar dari mulut tentara jepang yang masuk belakangan.
            “Marlena, lari....” ujar Lukman dengan sisa tenaga yang dimilikinya. Tentara Jepang yang berada paling dekat dengan Lena menurunkan senjatanya. Ia menampar Lena berkali-kali, dan tanpa ampun setelah Lena terperosok ke tanah, bahkan cairan merah mulai menetes dari bibir pucat Lena. Ia menyambak dan menyeretnya ke arah luar. Perlawanan yang diberikan Lena sungguh tak ada artinya bagi tentara yang terus tertawa seperti setan itu, Lena menggelepar, menggeraskan badan, dan terus berteriak.
            Lukman berusaha menolong, ia tak peduli jika tubuhnya akan dijadikan sarang peluru Jepang. Ia tak mampu melihat kekejian ini, ia teringat sepenggal kisah perwayangan, saat Dewi Drupadi siap dicabik-cabik keangkaraan Kurawa saat suaminya Yudistira menjadikan dirinya taruhan, namun dewata melindunginya, bukan dalam bentuk perlawan Pandawa tapi dalam bentuk mukjizat saat kainnya tak habis ketika telah ditarik. Apa ini juga akan terjadi pada Lena?
            “Sudah Lukman.... sayangi nyawamu! Nanti Nippon itu jadi menembaki kita semua. Toh dia juga anak penghianat ....” Kini lukman terjatuh dari tempat tidurnya, ia tak bergeming dalam posisi bersujud. Semua rasa sakit yang dirasakannya menjalar begitu hebat ke sepenjuru tubuhnya, menggingatkan pada letupan granat yang menyapanya tadi sore. Tiba-tiba saja pangkal sebuah senapan menghantam rahangnya berkali-kali dalam upayanya untuk bangkit, ia tersungkur. Aliran darah yang tak asing bagi seorang prajurit dirasakannya mengalir dan bersingkerama dengan indera kecapnya, asin.

No comments:

Post a Comment

Resensi Fortunately The Milk Karya Neil Gaiman

Buku cerita anak yang saya baca ini merupakan terbitan Gramedia pada tahun 2014. Karya Neil Gaiman yang diterbitkan pertama kali pada tahun ...