Raskin (2): Sebuah Kisah

Cucian pertama berwarna agak kecokelatan, entahlah seperti pembuktian  perjalanan dan rentang waktu seperti apa yang ditempuh beras sehingga sampai ke rumah si miskin.
Saya jadi teringat rumah dan jenis beras yang biasa kami makan. Walaupun dari keluarga sederhana, kami alhamdulillah masih bisa memasak beras pulen kualitas baik.

 Sumber Gambar: m.poskotanews.com


 Saya jadi kembali berpikir, kenapa saya jauh-jauh mengikuti program ini, yang katanya pemberdayaan masyarakat desa. Banyak hal yang harus saya korbankan hanya untuk bergaul dengan mereka yang miskin ini, dari urusan pribadi, jauh dari orang tua, jauh dari kenyamanan yang sudah saya rasakan. Saya ingin marah saja!!! Apalagi merasa segala upaya saya di desa ini seperti dipersulit aparat desa. 


Kini pemerintah sama halnya di mata saya. Tak pernah memberikan solusi, hanya kebijakan dangkal pencitraan. Hanya sebatas hinaan dengan raskin yang sebnarnya tak layak untuk pencernaan manusia. Saya memang begitu awam dengan birokrasi. Ingin rasanya turut memaksa si pembuat keputusan entah itu eksekutif atau legislatif untuk ikut home stay saja di kantung-kantung kemiskinan. Agar lebih efektif mengolkan putusan yang benar-benar jadi solusi, yang benar-benar dengan hati nurani. Urusan statistik dan ilmiah serahkan saja kepada si staf ahli. 

Kemiskinan memang seperti umbi yang punya banyak lapisan. Kenapa tidak menutup saja ketimbang di antara dua sisi. Tidak perlu lagi berkoar-koar tentang kemandirian masyarakat di jurnal, di media. Cukup, pinjamkan saja lahan untuk mereka, terapkan sistem bagi hasil yang manusiawi. Mereka yang katanya miskin di desa punya keuletan dan skill bagus di asperk pertanian. Tapi sistem yang terlalu kuat untuk kapitalisme memang tak sembarangan bisa diubah. Walaupun itu seorang konsultan yang mengatasnamakan kementrian. Hanya ini yang saya dapat lakukan, karena saya sadar, masih belum punya banyak pengalaman bertindak, juga wawasan birokrasi yang tinggi, apalagi koneksi mumpuni. Saya juga masih terhempas ke sana-sini, ironis. Hanya ini yang dapat saya lakukan, menulis, membagi, walaupun kelak saya akan pergi tanpa perubahan berarti di desa itu.    

No comments:

Post a Comment

Resensi Fortunately The Milk Karya Neil Gaiman

Buku cerita anak yang saya baca ini merupakan terbitan Gramedia pada tahun 2014. Karya Neil Gaiman yang diterbitkan pertama kali pada tahun ...