Cucian pertama berwarna agak kecokelatan, entahlah seperti pembuktian perjalanan dan rentang waktu seperti apa yang ditempuh beras sehingga sampai ke rumah si miskin.
Saya jadi teringat rumah dan jenis beras yang biasa kami makan. Walaupun dari keluarga sederhana, kami alhamdulillah masih bisa memasak beras pulen kualitas baik.

Saya jadi kembali berpikir, kenapa saya jauh-jauh mengikuti program ini,
yang katanya pemberdayaan masyarakat desa. Banyak hal yang harus saya korbankan
hanya untuk bergaul dengan mereka yang miskin ini, dari urusan pribadi, jauh
dari orang tua, jauh dari kenyamanan yang sudah saya rasakan. Saya ingin marah
saja!!! Apalagi merasa segala upaya saya di desa ini seperti dipersulit aparat
desa.
Kini pemerintah sama halnya di mata saya. Tak pernah memberikan solusi, hanya
kebijakan dangkal pencitraan. Hanya sebatas hinaan dengan raskin yang sebnarnya
tak layak untuk pencernaan manusia. Saya memang begitu awam dengan birokrasi.
Ingin rasanya turut memaksa si pembuat keputusan entah itu eksekutif atau
legislatif untuk ikut home stay saja di kantung-kantung kemiskinan. Agar lebih
efektif mengolkan putusan yang benar-benar jadi solusi, yang benar-benar dengan
hati nurani. Urusan statistik dan ilmiah serahkan saja kepada si staf ahli.
Kemiskinan memang seperti umbi yang punya banyak lapisan. Kenapa tidak menutup
saja ketimbang di antara dua sisi. Tidak perlu lagi berkoar-koar tentang
kemandirian masyarakat di jurnal, di media. Cukup, pinjamkan saja lahan untuk
mereka, terapkan sistem bagi hasil yang manusiawi. Mereka yang katanya miskin
di desa punya keuletan dan skill bagus di asperk pertanian. Tapi sistem yang
terlalu kuat untuk kapitalisme memang tak sembarangan bisa diubah. Walaupun itu
seorang konsultan yang mengatasnamakan kementrian. Hanya ini yang saya dapat
lakukan, karena saya sadar, masih belum punya banyak pengalaman bertindak, juga
wawasan birokrasi yang tinggi, apalagi koneksi mumpuni. Saya juga masih
terhempas ke sana-sini, ironis. Hanya ini yang dapat saya lakukan, menulis,
membagi, walaupun kelak saya akan pergi tanpa perubahan berarti di desa itu.
No comments:
Post a Comment