Alasan Memilih Kuliah Bahasa Indonesia

Sering ditanyain, “Kapan nikah?” merasa bete, saya mah biasa aja tuh J bahkan saya sering ditanyaain, “Mbak, sedang hamil?” padahal ada yang lebih cubby dari saya. Awalnya pengen teriak aja, ini suaminya lagi dicari. Seiring berjalannya waktu, lama-lama  itujuga jadi biasa. Tapi bertahun-tahun masih juga ditanya. “Kok milih jurusan bahasa Indonesia?,” ini yang bikin tekanan darah langsung naik dan zluuuppp saya berubah jadi HULK.


Biasanya, akan dibandingkan dengan bahasa Inggris yang katanya lebih menjual. “Kan bisa untuk ngajar les”, itu  alasan yang sering saya dengar. Atau bahkan dibanding-bandingkan juga dengan jurusan lainnya. Tapi alhamdulillah, ketika di sekolah saya tetap juga memenuhi target 24 jam per minggu. Atau, sampai tingkat perguruan tinggi juga masih di temukan juga mata kuliah bahasa Indonesia. Walaupun itu bukun tujuan saya masuk prodi ini. Saya hanya suka mengajar dan makin lama, saya makin sadar betapa sukany saya mengajar.

Sumber gambar: bektipatria.wordpress.com


Padahal itu tidak pernah saya cita-citakan. Pada awalnya, saya punya banyak cita-cita. Saya pernah ingin jadi insinyur pertanian karena sering ikut Ayah main ke kebun. Atau pernah juga “sebentar” ingin jadi dokter hewan karena jadi dokter untuk manusia bagi saya yang ceroboh terlalu riskan. Atau bahkan jadi peneliti yang kerjanya keluar masuk hutan untuk menemukan narasumber dari manusia-manusia rimba. Pernah juga ingin jadi ahli biota laut karena begitu suka laut. Ampun deh! Akhirnya untuk mewakili yang banyak, yang tak mampu saya pilih itu, saya memilih saya jadi penulis.   

Eiiitsss, apa hubungannya dengan bahasa Indonesia yang saya pilih. Ya... berhubung saya sangat suka membaca makanya saya begitu ingin jadi penulis. Dengan imajinasi, saya bisa menghidupkan aneka profesi dalam cerita-cerita saja. Di masa remaja awal saja saya sudah membaca beberapa karya sastra klasik, maka untuk melahap bahan bacaan semacam komik atau kisah-kisah horor serta kisah populer teenlit lain pasti sudah jadi makanan sehari-hari. Bahkan dulu, saking takut dimarahi karena tidak belajar, saya berpura-pura membaca buku pelajaran padahal di dalamnya adalah komik J hahahaha, siapa yang tidak khilaf di masa muda kan?!?!

Saya ingin bisa bersenang-senang dengan hobi itu. Di prodi mana lagi, pengalaman membaca fiksi jadi kekayaan intelektual yang berharga. Di prodi mana lagi, bisa mendiskusikan karya fiksi di kelas formal. It’s just like paradise J

Yang terpenting kita yakin dengan pilihan kita, maka jangan takut dengan rezeki yang ‘katanya’ tak akan datang. Jika nanti masih ada tanya-tanya dan membandingkan, maka saya akan jawab. “Biar saja saya yang mengambil tugas mengajar bahasa Indonesia pada bule-bule.” J Perkataan punya makna seperti doa kan. 

No comments:

Post a Comment

Resensi Fortunately The Milk Karya Neil Gaiman

Buku cerita anak yang saya baca ini merupakan terbitan Gramedia pada tahun 2014. Karya Neil Gaiman yang diterbitkan pertama kali pada tahun ...