D. Zawawi Imron: Kearifan; Sastra Inspiratif (1)


Penulis bukanlah penulis apabila berhenti menulis, suatu hal sederhana yang bermakna dalam. Apabila diucapkan akan terasa begitu enteng, tetapi jika dilaksanakan perlu usaha keras juga untuk menjaga konsistensinya. Apalagi kualitas isi yang senantiasa bermutu.



Sempat ada kemelut jiwa, perihal kiprah penulisan saya. Apakah dititikberatkan pada kuantitas atau kualitas? Jawaban terhadap kemelut itu malah seolah datang dengan sendirinya melalui temu sastra, Senin lalu. Sosok yang mampu mencerminkan kearifan lokal atas nusantara kita membahanakan suaranya hingga sudut-sudut kampus. D. Zawawi Imron, masih penuh semangat dan mampu menebarkan gairahnya. Podium tak mampu menjadi latar yang menggukung, beliau tak hanya berpidato, berdiskusi, namun juga mementaskan epik yang luar biasa.

Perawakannya yang sepuh membuat saya teringat pada nenek. Mereka begitu kental melempar gaya bahasa berisi kearifan lokal. Kearifan hidup yang begitu lekat dengan kita sehari-hari. Hal tersebut jugalah yang kian membakar semangat saya. Jika man jadda wa jadda kian santer terdengar belakangan ini maka beliau punya cara berbeda untuk mengibarkan asa dengan jiwa kerja keras.

“Masalah!” Teriaknya lantang kemudian melanjutkan kalimatnya, “.... aku punya Tuhan...” "Aku tak taku padamu."
Intonasi teriakkan beliau mampu menciptakan efek tegas dan romantis bersamaan. Beliau memberikan pencerahan bahwa semua masalah akan dapat diselesaikan. Kita tidak harus fokus pada kemelut masalah. Kerja keras akan membuat kita mampu melampaui masalah. Beliau pun menambahkan.
“Belakang parang yang diasah bisa tajam...,” ujar beliau dengan sinar mata penuh kesungguhan, namun dengan ekspresi lembut penuh kasing sayang.
“Asalkan tidak kebanyakkan nonton tv saja,”

No comments:

Post a Comment

Resensi Fortunately The Milk Karya Neil Gaiman

Buku cerita anak yang saya baca ini merupakan terbitan Gramedia pada tahun 2014. Karya Neil Gaiman yang diterbitkan pertama kali pada tahun ...