Aruna (dan Lidahnya) dan Kalimantan Barat

Di akhir film saya benar-benar ingin berdiri memberikan apresiasi tulus atas karya ini, terdengar lebay mungkin ^^ tapi ini bagus men.  Banyak film di luar sana, membuat kita sebagai penonton tentunya menjadi bebas memiliih sesuai selera maupun sesuai keadaan jiwa. Nah, kalau saya menonton murni karena ditraktir. Selain itu, penasaran juga dengan beberapa lokasi di Kalbar. Film ini sendiri saya tonton 2 minggu lalu. Agak lama ya baru diposting reviewnya, film keburu dibungkus.


Sumber foto: www.womentalk.com
 
Aruna dan Lidahnya (the movie) diangkat dari sebuah novel berjudul sama. Saya belum baca, jadi kita review filmnya saja ya. Film ini berjalan terasa begitu natural, tidak dramatis, kalau pun ada tingkat dramatisnya dekat dengan kehidupan sehari-hari. Latar kejadian dalam film ini berkisah tentang pekerjaan dan percintaan si tokoh utama, Aruna yang diperankan oleh Dian Sastro. Terdapat hal-hal ganjil yang entah bagaimana mempengaruhi indera pengecapan Aruna menjadi hambar. Mungkin si Mbak lagi stres berat. Ini juga disampaikan dengan cara yang begitu apik, lewat karakter Aruna yang agak gemesin menurut saya.  


Perjalanan tugas Aruna kebeberapa daerah menjadi kisah yang unik. Ditemani dengan sahabat-sahabat yang juga gemar wisata kuliner. Mereka bersama mencoba berbagai makanan mengiurkan khas beberapa daerah. Beberapa sudah saya cicipi dengan bangga, sisanya menanti untuk dicoba. Juga beberapa tempat Kekuatan film ini satu di antaranya memang pada tampilan cinematografi lokasi dan tampilan makanan. Lainnya adalah kekuatan cerita yang sederhana, tanpa drama, dan logis. Beberapa kisah kecil dari orang-orang yang mereka temui juga menambah kekuatan cerita. Kalau soal kualitas akting sudah tidak diragukan lagi kan.
  
Lokasi Pasar Tengah, Pontianak

Ada kelebihan tentunya perlu diseimbangkan dengan kelemahan. Ini bakal jadi subjektif karena saya lagi suka film yang ringan, mengalir damai. Subjektif, karena hal yang tidak saya terima adalah pendeskripsian Pontianak yang terkesan memiliki akses sulit ke lokasi stategis. Padahal  nyatanya tidak demikian, hanya saja saya paham penulis tentunya perlu alasan masuk akal agar para pemain bisa dishot menaiki perahu di Sungai Kapuas, ikon Pontianak.
    
Saya harap catatan kecil ini bisa bermanfaat dan menjadi penyemangat. Penyemangat bagi sineas agar tetap menghasilkan karya baik. Karya baik tanpa bumbu-bumbu sensasi. Karya baik tanpa perlu adegan kekerasan dan seks yang sedang banyak digandrungin. Terutama buat eksplore kuliner di Pontianak dan Singkawang. Ditunggu jalan-jalannya di Kalbar, surga kuliner.

No comments:

Post a Comment

Resensi Fortunately The Milk Karya Neil Gaiman

Buku cerita anak yang saya baca ini merupakan terbitan Gramedia pada tahun 2014. Karya Neil Gaiman yang diterbitkan pertama kali pada tahun ...