Sumber foto: bukalapak.com
Apa yang sebenarnya melandasi dunia ini supaya tetap bergerak. Imajinasi yang menggerakan semua aspek, pada tataran paling dasar imajinasi hanya dianggap sebagai hiburan semata. Kita melihat buku-buku cerita dan film melambungkan pikiran, meloncati kenyataan. Ada keterbatasan yang dihadapi di dunia nyata, namun semua jadi tak berarti dalam karya fiksi. Rasa takut untuk eksplorasi sebagai kegagalan yang menjadi momok utama, hancur lebur oleh imajinasi.
Liar, imajinatif, berarti namun juga manis dengan lugunya adalah rasa yang saya dapat ketika membaca Tagore dan Masa Kanak. Sebuah kumpulan cerpen karya Rabindranath Tagore (penerima Novel Sastra 1913). Masa kanak-kanak merupakan batu pijakan yang uar biasa penting untuk perkembangan seseorang. Hal-hal yang ditanamkan pada masa itu, kelak akan membantu seseorang pada masa dewasanya, masa produktif. Kebebasan melebarkan sayap imajinasi melalui dongeng antara orang dewasa dan anak, tidak hanya menumbuhkan rasa kedekatan antarmereka. Hal itu juga membantu anak tumbuh menjadi pribadi yang sehat, pribadi yang tidak kering terhadap nilai kemanusiaan, toleransi, kasih sayang, kreativitas, dan aneka nilai positif lainnya.
Dalam 25 cerpen pada buku itu tidak hanya terdapat cerpen yang merupakan fiksi, namun juga kisah-kisah pengalaman semasa kanak-kanak si penulis. Semua dilatari dengan budaya dan lokasi yang kental khas India. Tak heran Nobel Sastra dianugerahkan pada penulis asal Kalkota, India ini. Umumnya karya seni dari negara tersebut yang sifatnya populer dan mudah diakses adalah film-film Bollywood. Umumnya juga karya tersebut diproduksi dengan landasan motif ekonomi, menyebabkan sering kali melupakan esensi dari budaya atau gambaran masyarakat. Karya Rabindranath ini memberikan kepuasan batin dan cerita yang indah tentang budaya India. Khususnya, hal-hal seputar sudut pandang seorang bocah laki-laki di masa lampau. Dalam buku ini juga, akan jelas gambaran kehidupan masing-masing kasta India. Tagore akan menjelaskan kehidupan kasta tinggi sebagai latar keluarganya tapi juga akan ada kisah tentang kasta yang lebih rendah pada cerita fiksi lainnya.
Buku berbahasa asing tak bisa
dilepaskan dari peran seorang penerjemah. Keindahan kata-kata biasanya tak akan
mampu direka ulang oleh mereka yang tak memiliki kemampuan dan pengalaman
literasi. Orang jenis itu hanya akan membuat sebuah buku layaknya benda tak
bernyawa yang kering dengan keindahan. Untungnya buku yang satu ini
diterjemahkan oleh Ayu Utami, seorang sastrawan Indonesia. Walaupun Ayu Utami
menerjemahkan dari versi Bahasa Inggris yang di antaranya berjudul Boyhood Days terjemahan Radha Chakravarty. Cerita-cerita dalam buku ini sebelumnya diterbitkan secara terpisah. Secara fisik buku ini juga
enak untuk diapresiasi karena tidak hanya berisi cerita. Buku setebal 192
halaman ini memuat ilustrasi 17 lukisan bergaya surelisme karya Tagore sendiri.
No comments:
Post a Comment