Resensi Roman Merantau Ke Deli karya Buya Hamka

Sudah lama saya mencari-cari roman Merantau Ke Deli karya Buya Hamka. Lalu, merasa puas ketika beberapa minggu yang lalu, saya berhasil mendapatkannya di sebuah toko buku kecil di kota sendiri. Terlebih pada bagian kata pengantar terdapat pengakuan sang buya kalau beliau saat puas mengarang buku tersebut di bandingkan karya fiksi yang lain. Maka mulailah saya membaca dengan semangat buku setebal 194 halaman tersebut.


Saya sedih luar biasa,mengapa harus senantiasa bernasib malang tokoh-tokoh ciptaan Buya Hamka. Saya masih ingat ketika Zainudin tak dapat bersatu dengan kekasih hati di dalam Tengelamnya Kapal Van der Wijk, juga Hamid dan Zainab di dalam Di Bawah Lindungan Kabah yang turut juga tak bersatu. :’(  Terlebih lagi dalam Merantau Ke Deli, tokoh utama wanita bernama Poniem, seorang rantau ke tanah Sumatera, yang terus saja mengalami kesengsaraan hidup.

Alasan Memilih Kuliah Bahasa Indonesia

Sering ditanyain, “Kapan nikah?” merasa bete, saya mah biasa aja tuh J bahkan saya sering ditanyaain, “Mbak, sedang hamil?” padahal ada yang lebih cubby dari saya. Awalnya pengen teriak aja, ini suaminya lagi dicari. Seiring berjalannya waktu, lama-lama  itujuga jadi biasa. Tapi bertahun-tahun masih juga ditanya. “Kok milih jurusan bahasa Indonesia?,” ini yang bikin tekanan darah langsung naik dan zluuuppp saya berubah jadi HULK.

Cara Membuat Resensi yang Benar secara Ilmiah

Resensi, pasti suatu kata yang tak asing lagi. Saya sendiri gemar membuat resensi. Gemar juga memberikan tugas membuat resensi. Terlebih lagi, gemar membaca resensi sebagai bahan pertimbangan. Adakalanya, saya juga tidak pede dengan tulisan saya, sehingga perlu merefres teori yang mendasarinya.

Buku yang saya rujuk adalah Komposisi karangan Gorys Keraf, sebuah buku pedoman dasar yang harus dimiliki mahasiswa dari displin ilmu bahasa Indonesia. Buku yang untungnya telah saya miliki sejak jaman menjadi mahasiswa J Sebuah investasi berharga bagi saya.

TIPS Meningkatkan Kemampuan Menulis dengan Membaca

Miris dan kzzzllll.... ada sedikitlah rasa itu ketika saya memberikan pratest di hari pertama saya mengajar, terkait kemampuan para mahasiswa menulis. Rasanya sebagian besar dari mereka punya kemampuan yang sama dengan siswa SMP. SIAPA YANG SALAH? Mencari kambing hitam tentukan akan menjadi lebih mudah, tapi tentunya tidak menciptakan solusi.

Belajar bahasa khususnya Bahasa Indonesia adalah belajar mengenai cara belajar yang efektif. Kita tidaklah dituntut hanya menghapal teori-teori seputar bahasa tapi juga dapat mahir dalam melakukan keterampilan bahasa. Ada 4 keterampilan yang harus dikuasai; menyimak, berbicara, membaca, dan  menulis. Semua saling terkait dan mendukung satu sama lain.

Nah, sebenarnya banyak cara yang dapat kita gunakan untuk meningkatkan keterampilan menulis. Saya pernah membagikan sebelumnya, tapi ada juga yang masih mengeluh karena sulit. Menurut saya, sebagus apapun tips yang diberikan tapi kalau hanya dipelototi tidak dilakukan, sama aja boong.

Kendala saat menulis yang paling umum adalah kesulitan untuk mendeskrepsikan ide dan keterbatasan pembendaharaan kata. Solusinya, membacalah dengan RUTIN. Pemilihan bahan bacaan juga jangan dibatasi. Pilihlah jenis yang beragam tapi tetap digemari. Jadi jangan pilah-pilah, hajar saja fiksi maupun nonfiksi. Dari bahan bacaan tersebut akan ada gambaran cara si penulis menampilkan ide. Hal ini juga akan terekam di alam bawah sadar kita, untuk selanjutnya akan mempengaruhi gaya personal dalam penulisan.

Dari membaca kita juga akan memperkaya diksi yang digunakan.  Jika dirasa masih sangat kurang, seseorang yang punya tujuan sebagai penulis profesional haruslah memiliki beberapa buku peganggan di antaranya KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), tesaurus Bahasa Indonesia, dan ensiklopedia. Dari KBBI kita bisa melihat pengertian dari kata yang akan digunakan. Sehingga suatu kata akan lebih tepat dipakai. Sedangkan dalam Tesaurus akan kita temukan aneka kata yang bersinonim, hal ini dapat membantu penggunaan variasi kata. Sementara ensiklopedia juga akan lebih menjelaskan arti suatu kata dalam bidang khusus.

Nah, saya sendiri memiliki KBBI, tapi terkadang lebih praktis mengakses secara online http://kbbi.web.id/. Selamat mencoba tips dari saya ya^^  

Perbedaan Gaya Penulisan Buku dari Pengarang Akademisi & Praktis

Ada moment dalam diri saya yang merasa bahwa terkadang jalan yang saya pilih terlalu banyak teori. Itu terjadi saat beberapa minggu yang lalu, saya kembali merapikan berkas-berkas. Kenyataannya yang paling menyita tempat adalah berkas materi semasa perkuliahan. Sambil berkemas, saya sempat melihat kembali teori-teori itu. Saya bahkan tak mengenali diri sendiri saat mampu mempelajari teori yang terlalu luas itu. Ciieeee....dikit sombong. Akhirnya setelah disortir, cuma tinggal beberapa bahan yang tetap dipertahankan.

Resensi Novel Pacar Merah Tan Malaka

Saya selalu suka sejarah. Kini saya banggakan koleksi tak seberapa ini J  , Pacar Merah Indonesia 1 & 2. Kisah fiktif tentang Tan Malaka di masa-masa penjajahan. Novel yang keren luar biasa, karena kita diingatkan punya pahlawan yang tak kalah dengan karakter rekaan 007. Dengan latar waktu 1930 s.d. 1932, kisah seperti ini wajib dibaca sebagai pemupuk nasionalisme di hati anak bangsa.



Diterbitkan pertama kali di tahun 1938, novel ini berkisah tentang petualangan Tan Malaka dengan seluruh intriknya bersetting di Indonesia mapun negara-negara lain. Disajikan betapa pentingnya peran Tan Malaka di Indonesia maupun politik dunia. Betapa cerdik dan gesit ia bermanuver dalam pelarian. Bahkan saat terkepung oleh pasukan pun, ia tetap bisa melarikan diri.

Siapa sebenarnya Multatuli Pengarang Max Havelar

Saya lupa moment pertama saat mendengar nama Multaluli. Yang pasti itu saat pelajaran sejarah, saat bagian politik etis, politik balas budi dari Penjajah Belanda. Merasa keren dan kagum dengan sosok yang satu ini. Bagaimana tidak, beliau adalah warga Belanda, bekerja untuk pemerintah Belanda di Indonesia, tapi tetap peduli dengan nasib para pribumi.



Unik, sementara yang lain dari kalangan mereka rela menutup mata dan telinga melihat nasib Bangsa Indonesia yang tertindas. Rela mematikan hati nurani dan kemanusian demi terus meraup keuntungan dari bangsa yang dijadikan sapi perahan ini. Acuh tak acuh berada di puncak piramid rantai makanan memangsa manusia lainnya.

Sastra Anak Cerita Berima Jane dan Hujan

Membaca buku cerita anak sangat menarik bagi saya. Akan banyak imajinasi di setiap cerita anak. Belum lama ini saya temukan sebuah cerita anak bergambar, padahal saya hampir tidak pernah punya buku dengan tipe seperti ini. Ya, tentunya karena buku ini ditujukan untuk anak-anak di kelas bawah, untuk mereka yang baru bisa belajar membaca.

Resensi; Max Havelaar

Bisakah saya menikah dengan sebuah buku? Pertanyaan yang terdengar sangat lebay, hahaha, bahkan sampai ke tingkat dewa memang, tapi bisa kah? Ini mungkin ekspresi yang paling tepat ketika saya menemukan novel Max Havelarnya Multatuli. Sebuah kisah klasik yang tak akan pernah mati. Saya selalu suka yang klasik, klasik itu abadi. Lainnya karena deskripsi yang jauh lebih dalam, juga nilai moral yang terjaga. Membaca kisah klasik yang lain juga tak pernah membuat perasaan ini muncul, ya perasaan seperti jatuh cinta, sebuah perasaan “sangat mengemari”. Walaupun saya memang belum punya banyak pengalaman dalam membaca karya sastra klasik.


Between Passion and Patience

Antara hasrat dan kesabaran, begilah kira-kira terjemahan bebas yang sesuai dengan maksud saya. Awalnya saya menemukan sebuah postingan FB yang dishare, sebuah ketidaksengajaan sehingga bisa tercecer di wilayah saya J lupa identitas si penulis, yang pasti beliau mengaku sudah malang-melintang di dunia kepenulisan nonkonvensional. Deskripsi jelasnya beliau penulis lepas skala profesional yang biasa mengisi artikel online laman-laman tertentu. Singkat cerita, itu Bapak antara ngoceh dan curcol. Ada seorang teman beliau yang ngomong doang akan buka bisnis. 

Sumber foto: google.com

Akhirnya beliau jadi flashback tentang perjalanannya sendiri. Tentang berbagai tanggapan soal jalan melawan arus yang dipilihnya. Dan bagaimana pengaruh passion dapat mengantarkannya sampai pada titik sekarang. Kesuksesan yang dikejar dengan maraton 10 tahun. Curcolnya itu begitu menginspirasi.
Nah, saya setuju passion yang datang dari diri itu adalah motivasi yang utama. Jalan yang akan dilewati tidaklah selalu mudah, bahkan akan sangat membuat frustasi. Ikut arus yang sedang menjadi tren untuk kemudian latah dalam euforia tidak lah cukup.

Cerbung: Foto di Belakang Bus (3)

“Ini kawanku bang.” Seoarng wanita duduk dengan angun di kursi depan. Begitu pintu dibanting Saiful langsung menghilang dengan ajaib.

Kurang ajar, pasti ada yang tidak beres ini. Tapi berburuk sangka bisa menjadi penyesalan nantinya, apalagi jika terkait nyawa. Lebih kurang satu jam kami berkendara, Terkadang ada percakapan di antara saya dan si wanita. Kecurigaan pun semakin besar, melihat tingkah wanita di samping saya ini. Gesture dan isi pembicaraannya seolah-olah mengoda.

Sumber Foto: kompasiana.com

 Kami tepat di belakang bus, foto di belakang bus itu benar-benar mencuri perhatianku. Biasanya lukisan di belakang truk yang ‘nyeleneh’ mengundang tawa, beda dengan yang satu ini. Bus executive yang tampak lebih besar dari ukuran bus lainnya itu tentu punya bidang yang lebih luas di sisi luarnya untuk berekspresi. Kenapa tidak dipasang iklan saja? Foto rumah adat dan dua anak kecil yang saling merengkul pastinya tak menambah nilai estetis.. Lihat saja gaya si anak kecil kalah jauh dibanding model profesional. Hahaha.... Mas Aziz juga kalau disuruh bergaya untuk difoto pasti juga seperti itu, senyumnya nyengir memperlihatkan gigi-gigi tak ratanya. Belum lagi si kecil Nabila. Aku jadi hilang konsentrasi, tiba-tiba cahaya terang dari seberang datang menyilaukan.

Cerbung; Foto di Belakang Bus (2)

Pembicaraan yang menjurus itu mengundang gelak tawa, tiba-tiba saja meja kami bertambah ramai, 5 orang lain mulai mendekatkan kursi dan terlibat pembicaraan.
Obrolan sudah mulai kemana-mana, memanas. Topik yang meloncat-loncat, kadang persoalan politik, sampai urusan liar dan mesum. Anehnya, diantara topik yang terus bergulir, ujung-ujungnya akan kembali lagi ke persoalan itu. Semua tampak paling tertarik. Mungkin karena sedang jauh dari pasangan.
“Di mana itu? Anterin saya ya kalau kegiatan kita sudah selesai.” Pak pengusaha bertanya padaku.

Sumber foto: cupritmeow.wordpress.com

“Wah... Bapak salah orang, abang kite ni tak ada pengalaman yang begitu-begituan.” Tawa kembali pecah lagi, aku hanya menahan malu, bingung mau menggangap pernyataan temanku itu sebagai pujian atau sindiran, terasa juga panasnya wajah yang mungkin memerah. Asem banget ni pengusaha, ia tampak begitu terkejut. Kini ia malah memandangiku dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan begitu seksama, seperti kanak-kanak menatap fosil di ruang museum.
“Sudah berapa tahun menikah?” Pengusaha ini tampak begitu penasaran, wajahnya berganti dengan tampang sedikit sedih.
“Alhamdulillah sudah 15 tahun Pak.”
“Gak bosan kamu?” tanyanya ini membuat tawa lebih pecah lagi.
...

Cerbung: Foto di Belakang Bus (1)

Ini adalah jalan antarkabupaten yang panjang, lurus, kadang berkelok tapi yang pasti sepi. Butuh waktu ± 3 jam untuk sampai ke ibu kota provinsi. Keramaian yang terhampar selain areal perkebuann dan persawahan juga pasar-pasar kecamatan. Deretan pendek ruko-ruko minimalis dengan gaya arsitektur awal 80-an, ya memang kerena pembangunannya dalam kurun waktu itu, yang pasti sudah tutup menginjak waktu magrib. Satu-satunya sumber penerangan di jalan ini adalah kendaraan sendiri. Maka sebagai pengendara harus siaga penuh apalagi jika masuk ke jalan yang berkelok-kelok. Adakalanya jika bertemu kendaraan lain kami akan beriringan seperti konvoi dengan barisan rapi yang mengular. Tapi jika bertemu pengendara egois, saliban dan klakson panjang tak bisa dielekkan lagi, atau bahkan umpatan.

Pukul 10 lewat, aku kehilangan jejak dari rombongan yang berangkat selepas santap makan malam tadi.  Aku termasuk official lapangan yang mengurus rombongan kami. Tur sepeda ini sengaja disinergikan dengan event budaya di kota tujuan. Banyak pihak yang dilibatkan. Peserta untuk lomba sepeda ini cuma 25 orang yang terdiri atas beberapa atlit nasional dan daerah, teman-teman pengusaha dan artis, juga perwakilan NGO internasional dan kedutaan. Tapi, pendukung acara berjumlah 2 kali lipat, didominasi dari teman-teman media yang membantu publikasi. Saya begitu kagum dengan pertumbuhan media dalam kurun 10 tahun ini. Dulu mungkin cuma hanya ada satu-dua nama besar, tapi kini sungguh menjamur.

Cerbung: Pulanglah (3)

Ia mencari suaminya. Beliau mendapat beasiswa kedokteran di Jerman. Sudah setahun suaminya itu mengambil spesialis bedah. Baru setahun itu juga semua persiapan mulai matang untuk kepindahan si istri. Kontak terakhir, di saat ada waktu senggang libur, Suaminya ikut sebagai volunter saat virus ebola menjangkit di Afrika. Tak ada yang tahu kemana jejaknya, pihak kedutaan, pihak kepolisian, pihak kampus, pihak NGO yang turut berangkat ke Afrika. Maka, jalan terakhir ialah mencari sendiri.

Sumber Foto: gorongosa.org

“Ini fotonya, tolong bantu saya ya.” Ia menjulurkan sebuah foto padaku. Itu foto pernikahan mereka. Pasangan yang manis. “Saya tidak tahu apa yang tejadi dengannya, Afrika ini begitu banyak daerah konflik, resiko lainnya juga. Mungkin dia juga marah kepada saya karena kehilangan anak kami waktu saya mengandung. Kami telah saling berjanji, akan saya jaga pernikahan ini sampai ikhtiar penuh. Saya harus tau apa sebenarnya alasan dia menghilang.” Kubalik foto itu, ada sebuah puisi di sana. 

Cerbung: Pulanglah (2)

“Hahaha... kalian lucu, coba lihat ekspresi kalian.” Darwin tau kami kesal, kami bertemu dengannya sudah 2 hari yang lalu. Ia menjadi saksi, betapa banyaknya pikiran yang sama dengan pikiran Lucy. Mungkin juga dalam benaknya. “Kalian terllihat saling melengkapi loh.” Aksen Inggrisnya membuatku hanya menanggkap makna sederhana dari kalimatnya. Hah apanya???
Sumber Foto: http://www.sa-venues.com/

            Saling melengkapi dari Hongkong?!?!?! Aku mengerutu di dalam hati lagi. Ku perhatikan Cipto, kaos oblong, celana pendek di bawah lutut. Wajah dengan bulu-bulu halus yang tumbuh liar. Kontras ku rasa, untuk acara sesantai apapun aku tak pernah mengenakan kaos oblong. Bahkan kalau untuk tidur aku lebih memilih kaos berlengan panjang, sedangkan sehari-harinya aku lebih memilih kaos berkerah atau kemeja. Tiap pagi sekalut apa pun itu, aku tetap punya rutinitas mengosok gigi dan bercukur.  Aku juga begitu bingung kenapa kami bisa berteman selama ini. Satu fakultas pun tidak. Aku di fakultas ekonomi dan dia hukum. Kepalaku rasanya berdenyut. Ditambah lagi kawanku yang agak gila ini berusaha merangkul.

“Hahahaha... tenang, kami hanya bercanda kok.” Semua tawa pecah karena statement terakhir Darwin.    
***

Cerbung: Pulanglah (1)

Pulanglah..... Kan Ku Hidangkan Sepiring Cinta Untukmu


            Di Cape Town ini kami duduk mengelilingi api unggun. Kami mulai mempersiapkan untuk besok akan melanjutkan pendakian. Aku dan Cipto telah sepakat, besok akan bertemu seorang guide yang merupakan penduduk lokal. Rombongan ini terdiri atas Alex dan Lucy pasangan dari Inggris, dan Darwin seorang jurnalis dari Vietnam. Aku lupa menjelaskan, siapa sebenarnya itu ‘kami’. Kami adalah Aku dan Cipto, pemuda tanggung dari Indonesia. Kami begitu bangga mengendong tas punggung yang tingginya melebihi kepala untuk melakukan perjalanan pertama ke luar negeri, ke Afrika lagi coy.
Sumber foto: http://infokampsuy.com/

            Kami berdua memang sejoli, tentu saja dalam artian teman baik, tak ada yang spesial atau lebih. Semenjak semester awal, setiap menemukan jeda kuliah, kami langsung mengemas ransel untuk melakukan perjalanan. Tak jarang masa jeda itu kami buat sendiri, lumayanlah 2 s.d. 3 hari dari jadwal mata kuliah. Kebanyakan untuk menikmati pemandangan alam di Indonesia, dari gunung, pegunungan, danau, pedesaan sekali-kali kota wisata yang sarat budaya. Kami begitu ketagihan untuk terus berpetualang, menikmati keindahan alam dan bertemu orang-orang baru. Maka setelah 5 tahun berjibaku dengan diktat, buku, dan tugas, kami pun mempersiapkan perjalanan impian, AFRIKA.

Terjaga dengan Tulisan

Sebulan lebih 3 hari dari postingan terakhir saya, sebuah kemunduran, bagai sebuah bukti bahwa saya gagal mendisiplinkan diri dari target yang ingin dicapai :’( . sebagai manusia biasa, pasti nanti akan ada alasan sebagai pembenaran dari kosongnya postingan itu. Sibuk ini lah, sibuk itulah, padahal ada kalanya hanya penundaan sehari, ya... ditunda sehari selanjutnya ditunda lagiii...

Hari ini juga sebenarnya tidak ada konsep untuk menulis hal apa. Tumben, rasanya kosong saja. Padahal baru pulang dari jalan-jalan, ada buku juga yang selesai dibaca. Jadi tulisan hari ini bertujuan untuk mengusir kantuk. Agar setelah subuh tidak kembali tidur lagi, walaupun udara dingin rasanya mendayu-dayu. Juga kelopak mata sudah berat untuk tertutup lagi walaupun jari-jari masih menari di keybord. Mungkin tak lama lagi, huruf-huruf yang diketik sudah mulai lari ke sana-sini.

Menulis; Kebiasaan baik atau buruk?

To the point saja, untuk urusan yang satu ini saya langsung lambaikan tangan ke arah kamera, ampun deh. Kalau saatnya tiba, tak mengenal tempat dan waktu, langsung saja huruf-huruf yang bergandeng membuat rangkaian kalimat. Ya menulis, sudah menjadi suatu kebiasaan yang tak tahu lagi, baik atau buruk. Setelah bangun tidur, saat belum melakukan kegiatan apa-apa, menulis sudah membajak diri saya. Kalau menemukan saja sedikit waktu luang apalagi moment galau, menulis kembali mengambil alihhhhhh.
Sumber foto: garasiopa.com

Motivasi Menulis

Yang terngiang-ngiang di dalam benak saya, sekitar 2 mingguan ini adalah penulis bukanlah penulis saat ia berhenti menulis. Ada nelangsa besar yang menganga laksana lubang hitam semesta saat saya harus melewati hari-hari yang penuh kesibukan kemarin. Hari-hari yang menyita rutinitas menulis, tak menyisakan kreatifitas barang sekejap untuk duduk dan benar-benar menuangkan isi kepala dan hati ke wujud tulisan. Apalagi mengetahui fakta bahwa calon buku kumcer saya jadi terbengkalai.

Sumber: writepath.org

Resensi Egyptologist: Memburu Raja Atum Hadu

Kaget ketika hasil tes menujukkan saya punya memori yang  bagus. Saya langsung mempertanyakan hal itu dengan psikolog yang ngetes. “Kamu lupa itu karena meremehkan sesuatu!” Waduh!!! Apa iya ya... Seperti postingan blog, yang rasanya sudah pernah diupdate. Eh, tau-taunya belum. Padahal baru konsep saja yang saya tulis dalam surat untuk Lady Elf, Queen of North Wood, hahahaha.
         
Sumber Foto: google.com


Ini review tentang buku berjudul “Egyptologist: Memburu Raja Atum Hadu.” Buku berat—dari segi isi—bagi saya. Buku yang sebenarnya tidak selesai saya baca, karena ada bagian tertentu yang saya lompat-lompati karena jalan cerita sudah dapat, tapi tidak tertarik dengan penjelasan detail.

Esai di Indonesia & Tingkat Kognitif

Adakalanya bahkan lebih sering, saat kita hendak memulai menulis kita harus melupakan sejenak tentang definisi.  Contohnya saja, untuk menulis sebuah esai. Adakalanya definisi juga dipengaruhi penerjemahan atau suatu kondisi negara tersebut. Kita bisa lihat seperti di Indonesia. Di negara kita tercinta ini, kata esai hanya digunakan untuk suatu tulisan di bidang seni maupun kebudayaan. Sebenarnya bisa saja disinonimkan dengan opini. Toh, dalam penulisannya juga perlu didasari pemakaian pemikiran yang kuat.  Yang bisa diwujudkan dengan runtun logika yang baik dan sumber referensi yang sesuai.
Sumber: Google.com

Resensi Ayah karya Irfan Hamka

Review lagi..... Kalau ketemu buku bagus memang bawaanya produktif ya, Alhamdulillah. Berawal saat saya pulang kampung ke kota tercinta di akhir tahun 2014. Biasa jalan-jalan deh di toko buku dan kaget luar biasa melihat harga-harganya. Itu harga kenapa bisa begitu? Saya langsung membandingkan dengan toko buku kiosan di tanah pasundan, hehehe. Jangan dijawab deh ntr jadinya kemana-mana, fokus dulu...fokus. Menginggat budget karena akan kena rapel, jadinya ngubek-ngubek toko buku yang gak terlalu tenar, eh dapat lah buku ini.



Yup, buku dengan cover wajah Hamka yang tersenyum lebar. Kebetulan beberapa waktu yang lalu saya juga sudah sering membaca kutipannya di medsos, khususnya FB. Sebuah biografi yang ditulis oleh anak sendiri tentu akan begitu berbeda sudut pandangnya. Bisa lebih rinci dan empati. Juga ternyata gaya penulisan Pak Irfan begitu humanis. Beliau terlibat langsung dalam beberapa frame cerita. Cendrung seperti memoar.

Resensi Financial Parenting karya Kak Seto & Lutfi Trizki

Suka rada kesal euy kalau ketemu anak kecil yang ngerengek minta jajanan sama orang tuanya. Apalagi sampai menangis histeris tingkat godzila atau sambil mukul-mukulin si Emaknya, kayag beduk di malam takbiran. Mutlak kesalahan orang tua ya. Kalau saja itu saya, pasti sudah ditinggal. Tapi banyak orang tua yang malah memilih mengabulkan keinginan anaknya. Cari uang kan juga untuk anak, katanya. Nah, bagi ortu yang tidak sependapat dengan saya silahkan untuk tidak terus membaca.

Sumber: Foto Pribadi

Jika alasannya seperti itu, selamat anda memang tidak menyiapkan putra-putri anda untuk mandiri finansial. Bukan kata saya loh. Tapi katanya Kak Seto dan Lutfi Trizki dalam buku Finansial Parenting. Kalau masih ada yang ngotot bahwa saat anak dewasa bisa saja berubah. Ini juga harus disadari si anak akan dapat stimulus dari mana? Ingat, sistem pendidikan kita belum menyiapkan aspek kemandirian finansial. Dari masyrakat luas? Kasihan banget dong tu anak, main dicemplungin aja tanpa bekal yang memadai.

Syarat Pelayanan Darah bagi Peserta BPJS

Informasi merupakan hal yang sangat penting, harusnya itu saya sadari jauh-jauh hari. Bukannya selalu sembrono, ingin cepat-cepat J yang akhirnya pusing sendiri. Ini yang saya alami saat mengurus administrasi untuk pengambilan darah di PMI. Saking emosinya saya kala itu, pengen langsung tweet aja di akunnya Pak Jusuf Kala. Waktu itu beliau masih jadi ketua PMI, welehh...kebiasaan jelek ya, panas dikit langsung upload, hihihihi.

Sumber: PMI Kota Pontianak

Cerita lengkap, Ayah diopname, HB nya anjlot, jadi harus secepatnya tranfusi. Semua prosedur udah dilakuin termasuk pengambilan sampel dan surat pengantar. Alhamdulillah darah golongan O lagi banyak stok. Saya tinggal bawa pulang, eh bawa ke rumah sakit dulu. Tapi,  saya jadi sock ketika mbak  petugas menyodorkan kuintansi tanda harus dibayar. Ah, apaan ni?!?!?

Resensi Fortunately The Milk Karya Neil Gaiman

Buku cerita anak yang saya baca ini merupakan terbitan Gramedia pada tahun 2014. Karya Neil Gaiman yang diterbitkan pertama kali pada tahun ...