Cerbung: Akhir Dibukan AKhir (7)

Lukman terperosok cukup jauh tanpa bisa mengendalikan tarikan gravitasi terhadap tubuhnya. Jadilah pendaratan yang begitu menyakitkan karena kepalanya beradu dengan sebuah batu.

Sumber Gambar: www.satriamandala.com

            “Keadaanmu bagaimana hari ini, Letnan?” Lukman yang baru membuka maka merasa begitu terkejut karena takdir mempertemukan mereka kembali. “Sudah-sudah, jangan bangun!” Perbincanganpun terjadi, menggingatkan Marlena saat pertemuan mereka di Gunung Lawu. Bahrun yang menculiknya karena panik menemukan satu-satunya dukun beranak di kampung yang ujur dan sakit-sakitan, Mbah Giyem. Lebih memilih memikul dirinya dengan keadaan terikat mendaki gunung Lawu di tengah malam. Kemudian darahnya yang mendesir, mendidih karena melihat Lukman tak pernah melepas tangan istrinya yang menyejan sakit. Juga tangis Sri yang membahana hutan karena bocah yang dilahirkannya meninggal. Kebersamaannya tiga hari merawat Sri yang baru melahirkan juga kebersamaannya dalam debat-debat panjang dan alot bersama Lukman, persis sewaktu mereka di MULO. Usahanya mencuri pandang pada Lukman, dan kepuasannya saat ia membiarkan Lukman menatapnya lekat-lekat, seperti kesengajaannya pada masa mereka bersekolah, beberapa tahun yang lalu. “Bagaimana kabar Sri?”

Raskin (2): Sebuah Kisah

Cucian pertama berwarna agak kecokelatan, entahlah seperti pembuktian  perjalanan dan rentang waktu seperti apa yang ditempuh beras sehingga sampai ke rumah si miskin.
Saya jadi teringat rumah dan jenis beras yang biasa kami makan. Walaupun dari keluarga sederhana, kami alhamdulillah masih bisa memasak beras pulen kualitas baik.

 Sumber Gambar: m.poskotanews.com


 Saya jadi kembali berpikir, kenapa saya jauh-jauh mengikuti program ini, yang katanya pemberdayaan masyarakat desa. Banyak hal yang harus saya korbankan hanya untuk bergaul dengan mereka yang miskin ini, dari urusan pribadi, jauh dari orang tua, jauh dari kenyamanan yang sudah saya rasakan. Saya ingin marah saja!!! Apalagi merasa segala upaya saya di desa ini seperti dipersulit aparat desa. 

Cerbung: Akhir Dibukan AKhir (6)

Wajah pertama yang kulihat dalam keremangan api ungun malah membuat  keterkejutan yang maha dasyat. Apa penglihatanku sudah mulai rusak... Apa ini mimpi? Ternyata keterkejutan itu tidak hanya ku alami sendiri karena sosok di depanku juga menampakkan ekpresi yang sama denganku. “Lukman.....,.” keluar saja suaraku dengan spontan dari tenggorokan yang tercekat kering. Bayang-bayang masa lalu kembali berputar di benak.
 .....
Desember 1943
Mbok Gimin telah meninggal dan tak ada alasan lagi Marlena untuk bersembunyi di desa itu, satu-satunya tempat yang tak mengenalinya sebagai putri dari Suryolaksono. Mungkin juga karena tertular semangat revolusi Lukman yang dijumpainya berbulan-bulan lalu.
Sumber Gambar: hiburan.kompasiana.com

 Kini tak ada lagi pemandangan indah di Jogja, barisan-barisan sepeda telah diganti dengan tumpukkan karung pasir dan kawat berduri. Amis dan anyir darah mendominasi, tiga tenda yang masing-masing berukuran lapangan tenis berisi penuh dengan pesakitan. Di tempat inilah akhirnya Marlena terdampar, bergulat dengan korban perang dan aroma antiseptik yang menyengat. Awal tugasnya Marlena memang begitu kewalahan karena hanya dua tenaga yang tersedia untuk mengurus tentara republik berpuluh-puluh. 

Raskin (1): Hanya Sebuah Kisah

Ini hari ketiga sakitnya saya. Memang tidak parah, masih bisa dirawat di rumah, tapi cukuplah untuk membuat tidak bisa kemana-mana. Dalam keadaan sehat, saya biasanya punya mobilisasi yang begitu luar biasa. Walaupun tidak ada kegiatan. Saya akan menyempatkan berkeliling antar desa tempat tugas teman-teman yang lain. Maklumlah, suasana dinas di desa memang agak membosankan. Biasanya dalam seminggu paling lama 3 hari saya stanby di  pemondokan.
Sumber Gambar: www.radarbangka.co.id

Saya sudah 3 bulan tinggal bersama *istilah kerennya home stay, dengan penduduk lokal *kalau bahasa jujurnya numpang. Masa kontrak hanya 2 tahun membuat pertimbangan akan lebih jauh menghemat dengan numpang saja. Dengan berbagai pertimbangan, yang terpilih adalah rumah bambu khas Jabar, dengan dapur berlantai tanah dan alhamdulillah kamar mandi di dalam, beda dari mayoritas tetangga yang ber-MCK di luar. Kalau perumahan, rumah ini bertipe 21.

Cerbung: Akhir Dibukan Akhir (5)

“Man... aku dan Mono bikinin tandu ya..?” Pertanyaan Bahrun tersebut membuat Lukman kembali menginjak bumi. Bahrun memperhatikan mimik kosong pada wajah Lukman, ia tampak begitu syok dengan kekalahan atau apapun yang menjadi kekalutan dalam pikirannya. Bahrun melirik Sri. Barulah dengan isyarat tersebut Lukman mengerti maksud rekannya dan memberikan anggukan kecil persetujuan. Sang istri yang digandeng tengah hamil tujuh bulan. Sri yang tampak sangat sabar dan pengertian dengan kondisi suami, tersenyum kecil saat Lukman melirik padanya. Namun perjalanan 10 km yang ditempuh dengan berjalan kaki tak mampu menyembunyikan ekspresi rasa kecapekannya. Sri dengan perut yang semakin membesar tampak begitu rapuh. Lukman merasa sangat kuatir dengan keadaan istri dan bakal anaknya, kenapa harus jadi seperti ini?
Sumber gambar: mubi.com

Rentetan peluru yang tiba-tiba menghujani barisan pengungsi membuat kepanikkan. Dengan pikiran yang begitu kalut kesigapan Lukman menjadi berkurang. Sebagian besar pengungsi yang merupakan penduduk sipil dicerkam kepanikan tanpa mampu berpikiran jernih, mereka berlarian kesegala penjuru dan menjadi sasaran empuk. Lukman segera mengiring Sri ke tempat yang lebih aman. Tangannya berusaha menggapai senapan yang biasa tergantung di pundaknya. Tapi tak ada senjata di sana, yang didapatnya hanya buntalan kain sarung berisi pakaian Sri. Ia ingat senapannya dibawakan oleh Bahrun. Peluru-peluru tersebut beterbangan tak jauh dari telinga mengakibatkan suara desingan yang begitu mengerikan. Bau amis darah semakin kentara di udara. Teriakan-teriakan penderitaan jiwa manusia yang dieksekusi paksa membuat suasana semakin mencekam.

Resensi Mimpi Sejuta Dolar

Mimpi sejuta dolar, buku tentang Merry Riana yang ditulis oleh Alberthiene Endah itu baru sepertiga ku baca. Teman-teman pasti tahu buku ini, tahu juga siapa dua wanita hebat dan penuh inspirasi ini. Mbak Ria diakui sebagai pengusaha sukses, motivator , dan penulis buku di usianya yang dinilai muda http://www.goodreads.com/book/show/13065290-merry-riana. Sedangkan Alberthiene Endah  adalah seorang penulis dengan banyak karya yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Bertahun-tahun yang lalu buku ini dicetak, walaupun saya baru bisa membeli tahun 2013.  Lumayan kaget karena yang saya beli adalah cetakan ke-11. Luar biasa dengan ketatnya persaingan perbukuan di Indonesia, lebih luar biasa lagi karena “belum” terbentukknya kultur baca yang tinggi di negara kita ini.

Sumber gambar: www.milestonemagz.com

Membaca baru bagian awal buku, membuat saya sadar. Kalau sosok Merry Riana juga sebenarnya adalah manusia biasa. Ya... berangkat dari kalangna yang sama dari kita. Ia seorang gadis yang begitu disayang dan menyayangi keluarga. Tak punya kekuatan cenayang atau super skill layaknya supergirl atau catwomen. Ia begitu sederhana.

Cerbung: Akhir Dibukan Akhir (4)

Pipiku panas, namun jiwaku jauh lebih dari meradang, memanas, baru kali ini aku diperlakukan kasar. “Berkemas...untung aku mengenal gebernur Stachhouwer, ia memaafkan kita atas penghianatan Lena. Dia menggangap ini hanya sekedar ulah anak kemarin sore yang minta perhatian, walaupun tidak sedikit kerugian pemerintah di Jogja.”
            “Lalu untuk apa kita berkemas?”

            “Jepang... mereka baru memenangkan pertempuran laut, dan sekarang telah menduduki perbatasan Jawa timur dan barat, evakuasi..., kita masih bisa ikut evakuasi, berdiam disini bukanlah tindakan bijak.  Aku dengar tindakan Jepang pada Amerika dan juga negara-negara di pasifik, aku kira semua ini cuma kabar angin, ternyata benar. Ayo Lena berkemas sejam lagi kita dijemput!” ayah mencengkram tanganku kasar, untuk membantuku berdiri. Namun, saat keseimbangan telah kudapat aku menepis tangannya. Pandangannya penuh tanya.

Cerbung: Akhir Di Bukan Akhir (3)

...
27 Febuari 1942
Marlena  
            Aku berharap dalam tugasku,  ini semua akan membawaku kembali pada pertemuanku dengan Lukman. Aku begitu bahagia melihat sosok itu di ambang pintu, dan jika tidak menggingat adat kesopanan timur mungkin aku akan menghambur ke dalam pelukkannya, berdiam selama mungkin. Hanya perasaan campur aduk yang tak dapat kujelaskan jika menggingat pengalaman itu. Namun, semua hanya harapan dan tak pernah terjadi.

            Aku pulang dengan perasaan gembira karena baru saja mengalahkan Neith dengan smash tajam. Mungkin bukan itu yang membuatku merasa begitu senang sesungguhnya, tapi percakapan ringannya dengan Qory. Gadis belanda itu merasa begitu sombong dan memandang jijik pada pribumi. Padahal bangsa mereka telah menyiksa rakyat hingga bertangiskan darah. Maka, setelah melihatnya terperosok beberapa kali karena upayanya mengembalikan bola-bolaku, aku pulang dengan senyuman begitu lebar. Namun, atmosfir rumah begitu jelas menampar saat Pak Darman membukakan aku pintu. Maka, tak lama ayahku menghambur dengan wajah memerah, aku tau dia sedang marah besar.

Cerbung; Akhir Di Bukan Akhir (2)

Uh... aku memang kagum padanya. Begitu kagum hingga tak mampu menentukan posisi diriku, sebagai temankah, sebagai seorang pemujakah, atau sebagai... laksana kaum papa yang mengadahkan tangan terbuka yang kosong, lalu di isi dengan apa tangan itu, apa yang aku harapkan....
            Perdebatan yang begitu menarik tersebut segera saja menjadi kenangan, satu-satunya kenangan indah di MULO yang hanya beberapa bulan. Kenangan indah selain senyuman-senyuman seberharga madu asli dari hutan terdalam yang hanya bisa ku dapat dari kejauhan, dengan usaha yang kulakukan dalam diam untuk mencuri dan merekam bayangan tentangnya.

Sumber Gambar: www.picstopin.com

            Hampir dua tahun berjalan setelah keluarnya aku dari MULO. Hari itu hujan telah mengguyur Jogja lebih dari beberapa jam. Karenanya cipratan-cipratan air yang tergenang di jalan terkena lindasan ban delman atau pengendara sepeda yang nekat menjadi simfoni indah penghibur kebosanan. Disaat pikiranku tengah menggabungkan simfoni sederhana alam dengan indahnya lagu gubahan WR.Supratman Indonesia Raya yang mendayu perasaan dengan hembusan surgawai biola, ketukkan pelan itu terulang di pintu depan. Aku bergegas dalam diam menggingat tugas memang mengharuskan menerima seorang tamu penting. Cucuran atap yang tidak begitu jauh membuat tamu yang telah kuyub semakin menggigil dalam pakaiannya. Ia adalah seorang wanita dengan rambut sebahu dan saat ia menggangkat wajahnya perasaan senang menghambur dari pembuluh darahku memenuhi jantung, aku segera mempersilahkannya masuk.

Cerbung: Akhir di Bukan Akhir (1)

1939, Lukman
Siapapun yang pernah bercakap-cakap dengannya pasti menyadari otak brilian yang dimiliki Marlena. Siang itulah kesempatan pertama dan terakhirku bercakap dengannya di sekolah kami. Aku juga merasakan letupan revolusi pada setiap pilihan diksi tajam guna mengkritik pihak kolonial. Aku juga simpati pada gadis ini, karenanya aku bersyukur dilahirkan sebagai anggota keluarga carik sederhana. Karena itu juga noni-noni dan tuan-tuan muda di sekolah menyisihkanku dari pergaulan.
Aku begitu terkejut karena melihat Marlena muncul di sini, seorang noni paling populer muncul di tempat lusuh, tempat seorang siswa miskin menyendiri.

Komunitas Socmednya CariCommunity Aja...

Semua pasti sadar kalau manusia itu mahluk sosial. Bagi saya sendiri yang namanya pertemanan itu bagai sebuah refreshing. Berinteraksi dengan orang-orang baru dari latar belakang berbeda bagai sebuah penyegar bagi jiwa… *hehehe jgn dibilang lebay ya ^^v. Tapi, pasti banyak yang setuju sama saya. Makanya sekarang bertumbuhlah aneka komunitas.Seru banget kalau punya teman-teman yang memiliki hobi sama atau visi yang sama. Pasti pernah dengarkan “ikan yang sejenis berenang bersama”.

Saya juga tergabung dalam beberapa komunitas, ada komunitas kepenulisan, traveling, dan lingkungan. Kinerja komunitas juga perlu diupgrade ke level paling tinggi. Intinya juga Cuma satu, harus ada persatuan antara anggota. Nah, ini dia yang sulit-sulit gampang. Binggungnya, trik apa yang akan digunakan untuk menyatukan anggota dengan latar berbeda? *ckckck….. Solusinya sederhana, komunikasi.  Apalagi sekarang teknologi maju begitu pesat. Banyak yang memanfaatkan media sosial yang ada.


Resensi SEPOK 2

Menulis lagi...
Sudah bertahun-tahun rasanya tidak tenggelam dalam mata kuliah sastra. Jadi, terserah deh coretan yang satu ini mau dibilang resensi atau riview.Saya lagi malas banget, mengait-kaitkan dengan teori. Yang penting--buat saya—ini coretan dari hati tentang buku berjudul “Sepok 2” karya Pay Jarot Sujarwo (pay-jarotsujarwo.blogspot.com). Buku yang telah menyiram rindu di hati yang gersang. Eaaakkkk....


Resensi Fortunately The Milk Karya Neil Gaiman

Buku cerita anak yang saya baca ini merupakan terbitan Gramedia pada tahun 2014. Karya Neil Gaiman yang diterbitkan pertama kali pada tahun ...