Cerpen Gadis Kalibata

“Ayo kita taruhan?” aku sedikit kaget ketika Hadi membuka suara di kala kesunyian kami membuat sket. Dalam raut wajahku ini, pasti tergambar sebuah tanda tanya, sehingga Hadi, temanku itu, melanjutkan kata-katanya. “Taruhan, tak besar lah, hanya untuk senang-senang saja, menerka apa pekerjaan wanita itu?”


Sumber Gambar: trend-kid.com

Tolonglah Menulis dg Etika

Sumber Gambar: www.memberconnect.com.au

Ini murni opini pribadi, karena saya kesal luar biasa. Tak pakai lagi peliputan atau dikait-kaitan dengan teori lain. Mau dibilang omelan juga terserah, yang penting saya keseelll. Kesal karena bermunculan media online, yang tampaknya tanpa kredibilitas, mulai memanas-panasi anak bangsa dengan berita-berita propokatif. Seenaknya saja membuat judul tulisan tanpa etika. Etika dilangar demi menggutamakan mengebulnya dapur, kalau kata Hamka “Kalau kerja sekedar kerja, monyet saja bekerja.”

Cerbung: Cerita Langit Mendung (5)

“Kamu ini ngapa sih? Wong maksud Satrio itu baik ngurus kepindahan kamu?”
“Tapi caranya itu bu, aku juga yakin kalau bapak juga punya pendapat sama kayag aku. Aku dididik dengan keidealisan pria yang berdisiplin tinggi, pria yang gak takut pangkatnya gak naek-naek kalo yakin ngebela yang benar.”

Ndok...kamu kenapa bawa-bawa bapakmu? Wong almarhum udah tenang kok.” Kejengkelan terdengar dalam suara ibu yang bergetar,  ia segara beranjak dari kamarku.
“Aku cuma menggingat ajaran bapak. Dan tetap setia sama nuraniku yang berusaha ngebela kemanusian. Berusaha tetap jadi manusia.”

Cerbung: Cerita Langit Mendung (4)

Kemana Satrio yang dulu selalu bereaksi cepat saat rakyat kecil terpijak? Kemana Satrio yang dulu selalu berteriak lantang demi bereaksi keras menentang KKN? Kemana Satrio yang dulu dengan nurani lembutnya yang membuatku kagum? “Aku tinggal telepon ne, dan paling lambat minggu depan SK barumu turun.” Satrio masih belum menyadari kemelut sukmaku.
Sumber Gambar: www.glogster.com


“Kamu berubah!” Ujarku tajam dan segera meninggalkan restoran. Aku tak sanggup lagi menoleh kearahnya. Tak lama ada selaksa nyeri menghampiri kepalaku. Denyutan ini begitu membara dan semakin menguat tiap detiknya. Memang denyutan ini hanya menyayat di beberapa titik namun dalam keadaan seperti sekarang ini sungguh begitu memprovokasi. Aku hanya ingin segera lekas pulang dan merebahkan diri.

Cerbung; Cerita Langit Mendung (3)

Pandanganku beralih pada garis melingkar yang meninggalkan warna putih di jari manis kiriku. Dulu pernah ada benda yang begitu kujaga dan kuhargai, bukan karena nilai rupiah dalam tiap karatnya namun karena simbol dari nilai indah kepercayaan dan pengertian. Pikiranku meloncat ke peristiwa seminggu lalu.


Sumber Foto: www.shutterstock.com
...
Aku begitu bahagia melihat sosok itu, dan jika tidak menggingat adat kesopanan timur mungkin aku akan menghambur ke dalam pelukkannya, berdiam selama mungkin. Pancaran matanya pun berusaha menuturkan perasaan yang sama dengan yang kurasakan, rindu. Satrio menjemputku dengan sumringah senyum khasnya, ia sigap membawa tasku. Apa nanti ia juga akan tetap sesigap ini kala menjadi suamiku atau malah berubah jadi sesosok manusia cuek yang berlaga seperti bos besar? Tipe suami-suami yang umumnya kulihat dalam masa tugasku di daerah, yang beranggapan bahwa istri adalah seorang abdi. Ah, Aku jadi ngelantur

Cerbung; Cerita Langit Mendung (2)

Hujan yang membawa anugerah malah bermuka muram kala membuat parit meluap dan berbau menusuk. Belum lagi berbagai penyakit yang akan merongrong. 




Aku kini bersitatap dengannya, entahlah dari kedua matanya dapat kurasakan aura yang begitu rumit. Entah itu bahagia, nanar, tersayat, sedih, ataukah yang lain? Pascaoperasi aku ditugaskan untuk merawat luka 20 cm yang melintang di perutnya. Apa ia bahagia? Apa bisa bahagia tinggal di rumah yang begitu tidak layak ini? Rumah yang membuatku begitu bersyukur dengan rumah dinas tipe 21 yang begitu seadanya dan sederhana.

Cerpen: Maaf


Pagi ini, saya membuka-buka beberapa file lama, ketemu sebuah cerpen yang saya buat sendiri untuk pembelajaran di kelas. Cerpen ini juga pernah saya coba kirim ke sebuah majalah anak, nasib belum dimuat. Selamat membaca.



           Sumber Gambar: www.andreskwon.com
 Salam terdengar membahana di ruang tamu. Dani yang semula tampak serius lekas menjawab salam dan bergegas membuka pintu. Ternyata di ambang pintu telah berdiri ayah yang tersenyum dalam letihnya sepulang kerja. Dani segera mengambil tas dan mencium tangan ayah. Ayah tersenyum makin lebar sambil mengacak-acak rambut anak sulungnya.

Cerbung: Cerita Langit Mendung (1)

Sejak kapan bilbord megah itu terpampang di jalan protokol pada kota ini? Bilboard yang membawa pesan propaganda iklan itu mampu menyedot perhatian pengguna jalan. Kesan yang begitu elegan dan mewah terpancar pada objek iklan tersebut. Kedua benda yang saling melingkar bertautan bermata berlian begitu mengoda. Tampaknya sang kreator atau yang mpunya ide akan iklan tersebut terbilang sukses menjalankan tugas persuasinya.

Sumber Gambar: hot.detik.com

Cerbung (tamat): Akhir Dibukan Akhir (8)

Jugun Ianfu .....” Marlena menjadi pucat mendengar kata-kata tersebut keluar dari mulut tentara jepang yang masuk belakangan.
Sumber gambar: lagumu.com

            “Marlena, lari....” ujar Lukman dengan sisa tenaga yang dimilikinya. Tentara Jepang yang berada paling dekat dengan Lena menurunkan senjatanya. Ia menampar Lena berkali-kali, dan tanpa ampun setelah Lena terperosok ke tanah, bahkan cairan merah mulai menetes dari bibir pucat Lena. Ia menyambak dan menyeretnya ke arah luar. Perlawanan yang diberikan Lena sungguh tak ada artinya bagi tentara yang terus tertawa seperti setan itu, Lena menggelepar, menggeraskan badan, dan terus berteriak.

Cerbung: Akhir Dibukan AKhir (7)

Lukman terperosok cukup jauh tanpa bisa mengendalikan tarikan gravitasi terhadap tubuhnya. Jadilah pendaratan yang begitu menyakitkan karena kepalanya beradu dengan sebuah batu.

Sumber Gambar: www.satriamandala.com

            “Keadaanmu bagaimana hari ini, Letnan?” Lukman yang baru membuka maka merasa begitu terkejut karena takdir mempertemukan mereka kembali. “Sudah-sudah, jangan bangun!” Perbincanganpun terjadi, menggingatkan Marlena saat pertemuan mereka di Gunung Lawu. Bahrun yang menculiknya karena panik menemukan satu-satunya dukun beranak di kampung yang ujur dan sakit-sakitan, Mbah Giyem. Lebih memilih memikul dirinya dengan keadaan terikat mendaki gunung Lawu di tengah malam. Kemudian darahnya yang mendesir, mendidih karena melihat Lukman tak pernah melepas tangan istrinya yang menyejan sakit. Juga tangis Sri yang membahana hutan karena bocah yang dilahirkannya meninggal. Kebersamaannya tiga hari merawat Sri yang baru melahirkan juga kebersamaannya dalam debat-debat panjang dan alot bersama Lukman, persis sewaktu mereka di MULO. Usahanya mencuri pandang pada Lukman, dan kepuasannya saat ia membiarkan Lukman menatapnya lekat-lekat, seperti kesengajaannya pada masa mereka bersekolah, beberapa tahun yang lalu. “Bagaimana kabar Sri?”

Raskin (2): Sebuah Kisah

Cucian pertama berwarna agak kecokelatan, entahlah seperti pembuktian  perjalanan dan rentang waktu seperti apa yang ditempuh beras sehingga sampai ke rumah si miskin.
Saya jadi teringat rumah dan jenis beras yang biasa kami makan. Walaupun dari keluarga sederhana, kami alhamdulillah masih bisa memasak beras pulen kualitas baik.

 Sumber Gambar: m.poskotanews.com


 Saya jadi kembali berpikir, kenapa saya jauh-jauh mengikuti program ini, yang katanya pemberdayaan masyarakat desa. Banyak hal yang harus saya korbankan hanya untuk bergaul dengan mereka yang miskin ini, dari urusan pribadi, jauh dari orang tua, jauh dari kenyamanan yang sudah saya rasakan. Saya ingin marah saja!!! Apalagi merasa segala upaya saya di desa ini seperti dipersulit aparat desa. 

Cerbung: Akhir Dibukan AKhir (6)

Wajah pertama yang kulihat dalam keremangan api ungun malah membuat  keterkejutan yang maha dasyat. Apa penglihatanku sudah mulai rusak... Apa ini mimpi? Ternyata keterkejutan itu tidak hanya ku alami sendiri karena sosok di depanku juga menampakkan ekpresi yang sama denganku. “Lukman.....,.” keluar saja suaraku dengan spontan dari tenggorokan yang tercekat kering. Bayang-bayang masa lalu kembali berputar di benak.
 .....
Desember 1943
Mbok Gimin telah meninggal dan tak ada alasan lagi Marlena untuk bersembunyi di desa itu, satu-satunya tempat yang tak mengenalinya sebagai putri dari Suryolaksono. Mungkin juga karena tertular semangat revolusi Lukman yang dijumpainya berbulan-bulan lalu.
Sumber Gambar: hiburan.kompasiana.com

 Kini tak ada lagi pemandangan indah di Jogja, barisan-barisan sepeda telah diganti dengan tumpukkan karung pasir dan kawat berduri. Amis dan anyir darah mendominasi, tiga tenda yang masing-masing berukuran lapangan tenis berisi penuh dengan pesakitan. Di tempat inilah akhirnya Marlena terdampar, bergulat dengan korban perang dan aroma antiseptik yang menyengat. Awal tugasnya Marlena memang begitu kewalahan karena hanya dua tenaga yang tersedia untuk mengurus tentara republik berpuluh-puluh. 

Raskin (1): Hanya Sebuah Kisah

Ini hari ketiga sakitnya saya. Memang tidak parah, masih bisa dirawat di rumah, tapi cukuplah untuk membuat tidak bisa kemana-mana. Dalam keadaan sehat, saya biasanya punya mobilisasi yang begitu luar biasa. Walaupun tidak ada kegiatan. Saya akan menyempatkan berkeliling antar desa tempat tugas teman-teman yang lain. Maklumlah, suasana dinas di desa memang agak membosankan. Biasanya dalam seminggu paling lama 3 hari saya stanby di  pemondokan.
Sumber Gambar: www.radarbangka.co.id

Saya sudah 3 bulan tinggal bersama *istilah kerennya home stay, dengan penduduk lokal *kalau bahasa jujurnya numpang. Masa kontrak hanya 2 tahun membuat pertimbangan akan lebih jauh menghemat dengan numpang saja. Dengan berbagai pertimbangan, yang terpilih adalah rumah bambu khas Jabar, dengan dapur berlantai tanah dan alhamdulillah kamar mandi di dalam, beda dari mayoritas tetangga yang ber-MCK di luar. Kalau perumahan, rumah ini bertipe 21.

Cerbung: Akhir Dibukan Akhir (5)

“Man... aku dan Mono bikinin tandu ya..?” Pertanyaan Bahrun tersebut membuat Lukman kembali menginjak bumi. Bahrun memperhatikan mimik kosong pada wajah Lukman, ia tampak begitu syok dengan kekalahan atau apapun yang menjadi kekalutan dalam pikirannya. Bahrun melirik Sri. Barulah dengan isyarat tersebut Lukman mengerti maksud rekannya dan memberikan anggukan kecil persetujuan. Sang istri yang digandeng tengah hamil tujuh bulan. Sri yang tampak sangat sabar dan pengertian dengan kondisi suami, tersenyum kecil saat Lukman melirik padanya. Namun perjalanan 10 km yang ditempuh dengan berjalan kaki tak mampu menyembunyikan ekspresi rasa kecapekannya. Sri dengan perut yang semakin membesar tampak begitu rapuh. Lukman merasa sangat kuatir dengan keadaan istri dan bakal anaknya, kenapa harus jadi seperti ini?
Sumber gambar: mubi.com

Rentetan peluru yang tiba-tiba menghujani barisan pengungsi membuat kepanikkan. Dengan pikiran yang begitu kalut kesigapan Lukman menjadi berkurang. Sebagian besar pengungsi yang merupakan penduduk sipil dicerkam kepanikan tanpa mampu berpikiran jernih, mereka berlarian kesegala penjuru dan menjadi sasaran empuk. Lukman segera mengiring Sri ke tempat yang lebih aman. Tangannya berusaha menggapai senapan yang biasa tergantung di pundaknya. Tapi tak ada senjata di sana, yang didapatnya hanya buntalan kain sarung berisi pakaian Sri. Ia ingat senapannya dibawakan oleh Bahrun. Peluru-peluru tersebut beterbangan tak jauh dari telinga mengakibatkan suara desingan yang begitu mengerikan. Bau amis darah semakin kentara di udara. Teriakan-teriakan penderitaan jiwa manusia yang dieksekusi paksa membuat suasana semakin mencekam.

Resensi Mimpi Sejuta Dolar

Mimpi sejuta dolar, buku tentang Merry Riana yang ditulis oleh Alberthiene Endah itu baru sepertiga ku baca. Teman-teman pasti tahu buku ini, tahu juga siapa dua wanita hebat dan penuh inspirasi ini. Mbak Ria diakui sebagai pengusaha sukses, motivator , dan penulis buku di usianya yang dinilai muda http://www.goodreads.com/book/show/13065290-merry-riana. Sedangkan Alberthiene Endah  adalah seorang penulis dengan banyak karya yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Bertahun-tahun yang lalu buku ini dicetak, walaupun saya baru bisa membeli tahun 2013.  Lumayan kaget karena yang saya beli adalah cetakan ke-11. Luar biasa dengan ketatnya persaingan perbukuan di Indonesia, lebih luar biasa lagi karena “belum” terbentukknya kultur baca yang tinggi di negara kita ini.

Sumber gambar: www.milestonemagz.com

Membaca baru bagian awal buku, membuat saya sadar. Kalau sosok Merry Riana juga sebenarnya adalah manusia biasa. Ya... berangkat dari kalangna yang sama dari kita. Ia seorang gadis yang begitu disayang dan menyayangi keluarga. Tak punya kekuatan cenayang atau super skill layaknya supergirl atau catwomen. Ia begitu sederhana.

Cerbung: Akhir Dibukan Akhir (4)

Pipiku panas, namun jiwaku jauh lebih dari meradang, memanas, baru kali ini aku diperlakukan kasar. “Berkemas...untung aku mengenal gebernur Stachhouwer, ia memaafkan kita atas penghianatan Lena. Dia menggangap ini hanya sekedar ulah anak kemarin sore yang minta perhatian, walaupun tidak sedikit kerugian pemerintah di Jogja.”
            “Lalu untuk apa kita berkemas?”

            “Jepang... mereka baru memenangkan pertempuran laut, dan sekarang telah menduduki perbatasan Jawa timur dan barat, evakuasi..., kita masih bisa ikut evakuasi, berdiam disini bukanlah tindakan bijak.  Aku dengar tindakan Jepang pada Amerika dan juga negara-negara di pasifik, aku kira semua ini cuma kabar angin, ternyata benar. Ayo Lena berkemas sejam lagi kita dijemput!” ayah mencengkram tanganku kasar, untuk membantuku berdiri. Namun, saat keseimbangan telah kudapat aku menepis tangannya. Pandangannya penuh tanya.

Cerbung: Akhir Di Bukan Akhir (3)

...
27 Febuari 1942
Marlena  
            Aku berharap dalam tugasku,  ini semua akan membawaku kembali pada pertemuanku dengan Lukman. Aku begitu bahagia melihat sosok itu di ambang pintu, dan jika tidak menggingat adat kesopanan timur mungkin aku akan menghambur ke dalam pelukkannya, berdiam selama mungkin. Hanya perasaan campur aduk yang tak dapat kujelaskan jika menggingat pengalaman itu. Namun, semua hanya harapan dan tak pernah terjadi.

            Aku pulang dengan perasaan gembira karena baru saja mengalahkan Neith dengan smash tajam. Mungkin bukan itu yang membuatku merasa begitu senang sesungguhnya, tapi percakapan ringannya dengan Qory. Gadis belanda itu merasa begitu sombong dan memandang jijik pada pribumi. Padahal bangsa mereka telah menyiksa rakyat hingga bertangiskan darah. Maka, setelah melihatnya terperosok beberapa kali karena upayanya mengembalikan bola-bolaku, aku pulang dengan senyuman begitu lebar. Namun, atmosfir rumah begitu jelas menampar saat Pak Darman membukakan aku pintu. Maka, tak lama ayahku menghambur dengan wajah memerah, aku tau dia sedang marah besar.

Cerbung; Akhir Di Bukan Akhir (2)

Uh... aku memang kagum padanya. Begitu kagum hingga tak mampu menentukan posisi diriku, sebagai temankah, sebagai seorang pemujakah, atau sebagai... laksana kaum papa yang mengadahkan tangan terbuka yang kosong, lalu di isi dengan apa tangan itu, apa yang aku harapkan....
            Perdebatan yang begitu menarik tersebut segera saja menjadi kenangan, satu-satunya kenangan indah di MULO yang hanya beberapa bulan. Kenangan indah selain senyuman-senyuman seberharga madu asli dari hutan terdalam yang hanya bisa ku dapat dari kejauhan, dengan usaha yang kulakukan dalam diam untuk mencuri dan merekam bayangan tentangnya.

Sumber Gambar: www.picstopin.com

            Hampir dua tahun berjalan setelah keluarnya aku dari MULO. Hari itu hujan telah mengguyur Jogja lebih dari beberapa jam. Karenanya cipratan-cipratan air yang tergenang di jalan terkena lindasan ban delman atau pengendara sepeda yang nekat menjadi simfoni indah penghibur kebosanan. Disaat pikiranku tengah menggabungkan simfoni sederhana alam dengan indahnya lagu gubahan WR.Supratman Indonesia Raya yang mendayu perasaan dengan hembusan surgawai biola, ketukkan pelan itu terulang di pintu depan. Aku bergegas dalam diam menggingat tugas memang mengharuskan menerima seorang tamu penting. Cucuran atap yang tidak begitu jauh membuat tamu yang telah kuyub semakin menggigil dalam pakaiannya. Ia adalah seorang wanita dengan rambut sebahu dan saat ia menggangkat wajahnya perasaan senang menghambur dari pembuluh darahku memenuhi jantung, aku segera mempersilahkannya masuk.

Cerbung: Akhir di Bukan Akhir (1)

1939, Lukman
Siapapun yang pernah bercakap-cakap dengannya pasti menyadari otak brilian yang dimiliki Marlena. Siang itulah kesempatan pertama dan terakhirku bercakap dengannya di sekolah kami. Aku juga merasakan letupan revolusi pada setiap pilihan diksi tajam guna mengkritik pihak kolonial. Aku juga simpati pada gadis ini, karenanya aku bersyukur dilahirkan sebagai anggota keluarga carik sederhana. Karena itu juga noni-noni dan tuan-tuan muda di sekolah menyisihkanku dari pergaulan.
Aku begitu terkejut karena melihat Marlena muncul di sini, seorang noni paling populer muncul di tempat lusuh, tempat seorang siswa miskin menyendiri.

Komunitas Socmednya CariCommunity Aja...

Semua pasti sadar kalau manusia itu mahluk sosial. Bagi saya sendiri yang namanya pertemanan itu bagai sebuah refreshing. Berinteraksi dengan orang-orang baru dari latar belakang berbeda bagai sebuah penyegar bagi jiwa… *hehehe jgn dibilang lebay ya ^^v. Tapi, pasti banyak yang setuju sama saya. Makanya sekarang bertumbuhlah aneka komunitas.Seru banget kalau punya teman-teman yang memiliki hobi sama atau visi yang sama. Pasti pernah dengarkan “ikan yang sejenis berenang bersama”.

Saya juga tergabung dalam beberapa komunitas, ada komunitas kepenulisan, traveling, dan lingkungan. Kinerja komunitas juga perlu diupgrade ke level paling tinggi. Intinya juga Cuma satu, harus ada persatuan antara anggota. Nah, ini dia yang sulit-sulit gampang. Binggungnya, trik apa yang akan digunakan untuk menyatukan anggota dengan latar berbeda? *ckckck….. Solusinya sederhana, komunikasi.  Apalagi sekarang teknologi maju begitu pesat. Banyak yang memanfaatkan media sosial yang ada.


Resensi SEPOK 2

Menulis lagi...
Sudah bertahun-tahun rasanya tidak tenggelam dalam mata kuliah sastra. Jadi, terserah deh coretan yang satu ini mau dibilang resensi atau riview.Saya lagi malas banget, mengait-kaitkan dengan teori. Yang penting--buat saya—ini coretan dari hati tentang buku berjudul “Sepok 2” karya Pay Jarot Sujarwo (pay-jarotsujarwo.blogspot.com). Buku yang telah menyiram rindu di hati yang gersang. Eaaakkkk....


PSP3 Kemenpora; Another Days To Tell

Ada sebuah perpaduan antara jenuh dan lelah ketika diminta untuk mendeskripsikan program yang saya ikuti ini. Jadi, akan jadi solusi luar biasa kalau ada satu link yang langsung bisa dirujuk. Upaya untuk menjelaskan itu juga susah-susah gampang. Antara buku pedoman dan keadaan lapangan biasanya jauh berbeda. 
Tapi, saya mulai saja untuk mundur pada kejadian beberapa hari yang lalu. CLINGGGGG!!!! Hehehe… ^^v
Sumber: http://www.reusableart.com/v/buildings/cottages/

Matahari sudah mulai naik, ketika tiap harinya saya Alhamdulillah selalu bisa mensyukuri keadaan. Udara yang alami, warga yang baik, walaupun pemondokan saya begitu sederhana. Semua terbuat dari bambu, ada semilir angin yang menyusup dari lantai bambu yang ditutupi tikar, ada secercah sinar matahari yang juga turut menyapa dari sela-sela anyaman dinding bambu. Hari itu, saya baru pulang setelah beberapa hari beraktivitas di luar. Selain untuk beristirahat, saya ingin memanfaatkan untuk beres-beres saja. Maka inilah saya, duduk di antara tumpukan pakaian dengan tangan mengepal setrika.

Flashfiction: YTH. BELIAU

 Suatu hal yang terjadi, seaneh apapun itu, seganjil apapun itu, terjadi tanpa suatu kesengajaan. Ada campur tangan Sang Maha Pencipta. Termasuk bermalamnya seorang pejabat struktural pusat di kediaman kami yang sederhana. Begitu ganjil sebenarnya. Kendaraan dinas rombongan katanya mengalami masalah. Alternatif penginapan juga sebenarnya begitu banyak. Aku masih begitu binggung. Beliau juga tidak terlalu mengenal saya. Saya juga tidak pernah merasa memberikan bantuan atau bekerja untuk beliau. Kami hanya bertemu sekali dalam rapat resmi. Saya memang pernah melakukan presentasi di depan beliau, itupun hanya beberapa menit berselang, sebelum Beliau menjabat di posisinya sekarang.
sumber gambar: http://www.reusableart.com

Namun, yang tidak ku suka adalah keikutsertaan 2 orang yang terkenal punya catatan tak baik dalam mengemban amanah. Seorang itu adalah anggota DPR RI yang kembali mencalonkan diri. Terkenal karena perilakunya yang rakus dan gemar berfoya-foya. Seorang lagi adalah kepala daerah yang sempat bersitengang dengan saya ketika masa tugasku di daerahnya. Punya sejarah hidup yang kelam, datang dari kalangan mafia kelas bawah, entah keberuntungan apa yang menyertainya sehingga bisa turut bermain di kalangan atas. Namun, perilakunya tetap setengik cucunguk.

Blogger is Me, Blog itu...

Akhirnya ngeblog lagi... Rasanya sudah cukup lama banget tidak kembali menulis di blog ini. Setelah tahun kemaren saya cukup rutin menulis, rajin untuk ukuran saya. Tulisan-tulisan yang diposting sebulan 1 kali ternyata tidak cukup rajin di mata para senior blogger. Okelah kalau begitu dengan semangat yang baru ini, kira-kira seberapa konsisten saya dapat rutin menulis. Kita lihat waktu yang menjawab.

Blog bagi saya memang bukan sesuatu yang baru.Saya harus berterima kasih kepada beberapa yang menginspirasi. Semua bermulai di tahun 2007, dari keikutsertaan dalam komunitas penulis yang awalnya berbasis di kampus. Ada seorang kakak, saya sembunyikan saja namanya karena belum dapat izin, semangat akan mengarap skripsi dengan basis kemampuan menulis anak dari blog. Saya mulai tertarik dengan konsep blog, asik kita bisa menulis semua hal tanpa editor yang galak. Lalu dari komunitas yang sama, saya kenal lagi seorang kakak yang terlibat kepanitian seminar nasional tentang blog (lagi2 nama disembunyikan karen belum dapat izin). Dari hobi lama mengoleksi sertifikat, akhirnya saya datang.

Resensi Fortunately The Milk Karya Neil Gaiman

Buku cerita anak yang saya baca ini merupakan terbitan Gramedia pada tahun 2014. Karya Neil Gaiman yang diterbitkan pertama kali pada tahun ...